Membelah Bali [2]
Oh, iya. Ide bersepeda keliling Bali ini memang benar-benar tidak bertanggung jawab. Kita bahkan belum menetapkan rute yang akan dilalui. Kita baru rapat menentukan rute, sore itu, di sekolah, setelah ngumpul bertiga, beberapa detik sebelum berangkat! Nah, lho….
Diambil keputusan, kita pergi ke arah utara. Pokoknya nyampe di Bedugul dulu lah. Ada sesuatu yang menunggu kita di sana, tapi aku ceritakan nanti saja. Setelah itu ke mana, biarlah kayuhan kaki di atas pedal yang menentukan. Lalu masalah belum berhenti pada persoalan penentuan rute. Masalah utama, di mana kita akan menginap? Ah, nekat sajalah. Kita toh masih di Bali. more »
Membelah Bali [1]
Tau ndak? Dulunya aku hampir saja masuk Trixxx. Kalau itu kejadian, tentu saja blog ini ndak akan pernah ada ya. Dulu aku agak-agak minder, soalnya ndak bisa naik motor, ndak punya sepeda motor, apalagi mobil. Kendaraanku saat itu hanyalah sebuah sepeda balap yang setangnya melengkung. Trixxx lah yang lebih memberikan ruang buatku untuk sepeda ini, dengan semboyan plesetan, “Datang dan Pergi dengan Sebuah Sepeda!” Smansa kan terkenal dengan car and money nya. Salamnya aja Karmany kok! Untung saja ada beberapa provokator. Yang pertama adalah Pak Astawa, guru Biologi SMP 1, bapak dari sahabatku, Adhi Tiana. Katanya, “Ngapain ke Trixxx? Smansa jauh lebih baik!” more »
Dewan Juri, Mohon Maaf, Tolong Pindah ke Belakang….
Wahyu Dhyatmika tidak mau puas dengan naskah yang ada di hadapannya. Sutradara punya kuasa penuh di atas panggung, bukan penulis naskah. Demikian kira-kira prinsipnya. Maka naskah RSU dirombak total. Tokoh serta dialog Si A, Si B, Si C, dll direstrukturisasi. Selanjutnya ditambahkan beberapa tokoh baru sebagai pemanis. Ada Dukun. Ada perawat RSJ yang menjemput sang Dukun, yang ternyata adalah pasian sakit jiwa. Ada pasangan pemuda-pemudi yang hamil di luar nikah. Dan yang lain-lain, yang semuanya tidak dimunculkan oleh penulis naskah. Naskah RSU ala Wahyu bukanlah naskah RSU ala kadarnya.
Di hari pementasan, kesibukan luar biasa buat anak angin. more »
Hatiku untuk RSU
Mari kita kembali ke cerita seputar PSR. Dalam tulisan [membanting lidah] sudah dijelaskan bahwa anak angin mengirim 3 grup drama pada PSR tahun 1996. Salah satunya adalah RSU, yang disutradarai Wahyu Dhyatmika.
Melihat sekilas naskah RSU, aku sudah tertarik. Amat sangat bisa dimainkan. Dan karena sutradaranya Wahyu, aku semakin tertarik. Pengalaman yang begitu mengesankan dalam Sorga Neraka di bawah arahan Wahyu menjadi alasan utamanya. Ingin rasanya mengulang kembali kejayaan Sorga Neraka ke dalam RSU. Lalu aku berharap dipilih sebagai salah satu pemeran oleh Wahyu pada saat casting nantinya. more »
Foto Angin 1997
Di depan Lab Fisika. Ups, benderanya kebalik…. Ini foto beberapa anak angin yang lulus SMA tahun 1997. Foto diambil -kalau tidak salah- pada saat penyerahan ijazah SMA, yaitu hari terakhir kita masuk sekolah secara resmi.
Barisan depan dari kiri ke kanan: Adhi Tiana, Barli (pakai topi), Ika Permata Hati, Nova Kristina, Wira Santosa. Barisan belakang dari kanan ke kiri: Arie Mayuni (Eva), Ken Widiastuti, Philips Andrew, Manik Suyasmini, Ardita.
Is missing: Kardena, Darmawati, Apriliani, siapa lagi ya?
Bau Tae’ di Sini!
Maaf sebelumnya, ingatanku agak kacau. Sebelumnya aku menulis bahwa Sorga Neraka adalah Malam Chairil Anwar terakhir. Tapi tiba-tiba aku ragu, jangan-jangan cerita berikut inilah yang merupakan Malam Chairil Anwar terakhir, bukannya Malam Apresiasi Sastra yang pertama. Aku ragu, kisah ini mengambil waktu Oktober 1995 atau April 1996 ya? Tapi untuk sementara, anggap saja ini adalah MAS yang pertama, dalam rangka Bulan Bahasa 1995.
Pentas anak angin kali ini terinspirasi dari pementasan Bali Eksperimental Teater nya Nanoq da Kansas. Ada keinginan untuk bereksperimen melalui gesture, olah tubuh. Akhirnya aku mencoba untuk meng-create sebuah naskah secara dadakan, more »
Sorga Neraka [2]
Cerita di balik pementasan. Beberapa anak angin sangat excited dalam masa persiapan, karena kita pada akhirnya punya cukup uang untuk membeli beberapa lampu panggung. Iya man, lampu panggung! Memang ada beberapa peninggalan lampu dari angkatan sebelumnya, tapi kurang banyak. Jadi kita langsung meluncur ke Tiara Dewata, pilih-pilih, OK, langsung bayar di kasir.
Lalu para tukang kayu yang dikomando oleh Ardita mulai merancang tatakan-tatakan untuk lampu. Agak susah juga. Lampunya ternyata terlalu berat, sehingga tatakan segitiga yang kita buat baru bisa berdiri sesuai harapan setelah diberi batu pemberat. Hehehe, agak-agak dongkol juga dengan kebodohan kita mengolah tatakan ini. more »
Sorga Neraka [1]
Mari kita tinggalkan sejenak cerita-cerita seputar PSR. Anak Angin punya gawe tahunan yang namanya MAS, Malam Apresiasi Sastra. Ajang ini biasanya digunakan sebagai momen unjuk gigi bagi anak-anak baru. Juga momen untuk persiapan ajang-ajang yang lebih besar seperti PSR, Pekan Seni Remaja. Istilah MAS pertama kali muncul kalau tidak salah sekitar akhir tahun 1995. Tahun-tahun sebelumnya, ada ajang sejenis yang menjadi cikal bakal MAS, yaitu Malam Chairil Anwar.
Malam Chairil Anwar, acara yang dipersembahkan oleh anak angin untuk mengenang Chairil Anwar, penyair angkatan 45 yang meninggal tanggal 28 April 1949, di usianya yang belum genap 27 tahun. more »
Perang Leak, Pocong, dll
Tibalah saatnya pementasan Komidi Sebabak di PSR 1996. Di saat-saat terakhir sebelum pentas, ada ide untuk membuat Pak Dul terlihat ompong, dengan cara menyelipkan kertas karbon di gigi. Setelah dicoba, effectnya terlihat bagus. Maka kuselipkan kertas karbon di gigiku, tanpa peduli berbahaya atau tidak.
Belakang panggung selalu menjadi tempat yang menegangkan dalam setiap pementasan. Saat-saat sebelum naik panggung, yang dibutuhkan hanya konsentrasi, konsentrasi, dan konsentrasi. Jangan terpengaruh hal-hal di luar pementasan. Kebetulan kita mendapat giliran pentas kedua. Dan kabar yang terdengar, para suporter pementasan sebelumnya masih memenuhi area penonton. more »
Membanting Lidah
PSR 1996, Teater Angin memutuskan untuk mengirim tiga kelompok dalam Lomba Drama Modern. Komidi Sebabak dengan sutradara Eka Sucahya, Orang Asing disutradarai Adhi Tiana, dan RSU yang digarap Wahyu Dhyatmika.
Entah apa yang ada dalam pikiran Eka Sucahya sewaktu memutuskan untuk memilih aku sebagai pemeran Pak Dul yang disutradarainya. Kemampuan aktingku sangat pas-pasan, dan kupikir Sucahya tahu itu. Semula aku lebih condong untuk bermain dalam RSU yang naskahnya tidak seserius Komidi Sebabak. Tapi karena desakan Sucahya, aku hanya bisa pasrah.
Kepasrahan itu membawa bencana buatku. more »