Oh, Kelinci
Eka Sucahya tidak hanya pencinta wanita. Dia pun pencinta binatang. Beberapa kali dia menyutradarai pementasan, tidak lupa menyertakan binatang sebagai aktor/aktris. Seperti halnya dalam Komidi Sebabak PSR 1996, Eka Sucahya ingin menghadirkan seekor kelinci untuk menemani Pak Dul, penggali kubur. Maka diutuslah beberapa anak angin untuk membeli kelinci di Pasar Burung, daerah Satrya. (Aneh ga sih, beli kelinci kok di pasar burung?)
Seekor kelinci putih yang lucu akhirnya berhasil diperoleh. Aku lupa, siapa nama yang kami berikan untuknya. Anggap saja si Manis. Sejak saat itu, jatah konsumsi kami mesti dipotong sedikit untuk membeli wortel dan kangkung buat si Manis. more »
Ika Permata Hati
Membaca puisi-puisi dari Ira Puspitaningsih dan Rasti Rainia pada blog mereka masing-masing, saya jadi teringat Putu Vivi Lestari dan … IKA PERMATA HATI. Wanita-wanita ini adalah empat dari sekian banyak penulis berbakat yang pernah dimiliki oleh angin. Saya tidak mengenal secara langsung Ira dan Rasti, karena berbeda angkatan cukup jauh. Vivi adik angkatan saya dua tahun, sedangkan Ika teman seperjuangan satu angkatan.
Sepengamatan saya, sampai saat ini Vivi, Ira, dan Rasti masih sangat produktif menulis. Tapi untuk Ika, setelah lulus SMA, sepertinya dia tenggelam. Tidak pernah sekalipun saya dapat melacak aktifitas menulisnya. more »
Tanah Septic Tank untuk Hasim
Kisah ini tentang Kardena, cowok angin nomor empat setengah dari angkatanku. Diistilahkan empat setengah, karena si Kardena ini memiliki sedikit sisi feminim. Cowok angin di angkatanku ada empat, plus Kardena jadi empat setengah. Tapi, jujur dari palung jiwa kami yang paling curam, sebenarnya Kardena ini 100% cowok kok.
Dalam Komidi Sebabak di PSR tahun 1996, Kardena berperan sebagai Hasim, calon bapak muda yang istrinya sebentar lagi melahirkan. Tapi karena kegugupannya menanti anak pertama, akhirnya dia merasa telah membunuh seorang bidan kampung. Lalu dia berniat untuk dikubur hidup-hidup karena sangat menyesal.
Eka Sucahya sang sutradara ingin menampilkan Komidi Sebabak more »
Bersahabat dengan Ahli Kubur
Ada satu tehnik yang biasanya dilakukan untuk pendalaman peran. Ketika kita akan berperan sebagai pembantu rumah tangga, maka cobalah untuk menjadi babu di sebuah rumah. Ketika kita akan berperan sebagai orang gila, maka cobalah untuk bergaul selama beberapa hari di Rumah Sakit Jiwa. Dan seterusnya.
Itu juga yang coba aku lakukan ketika akan berperan sebagai Pak Dul dalam naskah Komidi Sebabak, pada Lomba Drama Modern PSR tahun 1996. Pak Dul adalah seorang penggali kubur. Setting panggung Komidi Sebabak adalah di sebuah kuburan. Sore itu, setelah latihan berakhir, Eka Sucahya sang sutradara tiba-tiba nyeletuk, “Wir, cobalah ntar malem kau pergi ke kuburan. Rasakan suasananya.” more »
Orang Asing, Rupert Brooke [2]
PSR tahun 1997. Lagi-lagi panitia menyelipkan naskah Orang Asing sebagai naskah pilihan dalam lomba drama modern. Tapi dengan pengalaman tahun sebelumnya, anak angin malah menyambutnya dengan bergairah. Anak angin akan kembali menghadirkan Orang Asing yang berbeda. Orang Asing yang sungguh asing.
Adhi Tiana, sang sutradara, semula ingin menghadirkan Orang Asing bernuansa ke-Bali-an. Mulai dari setting panggung berarsitektur Bali dengan bale dangin, bale daja, dan sebagainya; sampai pada karakter tiap pemain yang mengadopsi karakter-karakter khas orang Bali. Tapi setelah dipikirkan dari berbagai aspek, terutama masalah perlunya panggung yang begitu luas, more »
Orang Asing, Rupert Brooke [1]
Orang Asing, naskah drama karya dari Rupert Brooke. Anak angin telah berkali-kali memainkan naskah ini dalam ajang Pekan Seni Remaja (PSR) Kodya Denpasar. Bercerita tentang seorang lelaki muda kaya yang tersesat di sebuah hutan, beruntung mendapat tempat menginap di sebuah gubuk milik keluarga miskin yang terdiri dari ayah ibu dan seorang gadis. Tergiur dengan kekayaan si orang asing, keluarga miskin ini berencana untuk membunuhnya. Kepengecutan sang ayah akhirnya memaksa si gadis yang perkasa untuk melakukan pembunuhan itu. Belakangan terungkap, bahwa si orang asing ternyata adalah anak dari keluarga tersebut yang telah menghilang bertahun-tahun sebelumnya, more »
Keep Writing
Wow! Setelah launching 9 hari, tapi baru dipublikasikan kemarin melalui salah satu friendster angin, blog ini ternyata telah menuai 1 buah komentar. Hanya 1 memang. Tapi 1 itu cukup membuat adrenalinku sangat sangat bergolak. Siapa ya si pengirim komentar? Komentarnya apa ya? Deg… deg… deg… duh, lambat banget koneksi di warnet ini…. more »
"Wira, akhirnya kamu nulis Blog…"
“Wira, akhirnya kamu punya blog.” Ya, akhirnya aku punya blog. Cita-cita sudah sejak lama, tapi baru hari ini bisa diwujudkan. Satu mimpi menjadi kenyataan, semoga mimpi-mimpi yang lain segera menyusul. Walaupun aku lupa bagaimana proses awal mimpi membuat sebuah blog, tapi aku harus berterima kasih kepada PRU dalam proyek ini. Menurutnya, aku memiliki kecerdasan bahasa yang lumayan. Pilihan kataku, katanya, adalah pilihan kata yang tepat. Aku sendiri tidak menanyakan, apa yang menjadi acuannya dalam komentar tersebut. more »
Salam
Salam. Aku Wira, nama panjangnya bukan Wiiiiiiiiiraaaaaaaaa, tapi I Kadek Wira Santosa. Itu nama pemberian orang tuaku, nama resmi di akta kelahiran. Entah kenapa, di KTP atau SIM namaku terpangkas menjadi hanya Kadek Wira Santosa. Orang-orang Bali atau orang-orang yang tahu struktur nama Bali pasti dengan segera menerka kalau aku ini anak ke-2. Hey, aku ini anak ke-3, dari 4 bersaudara, yang semuanya juga diberikan nama Santosa. Tentang nama Wira, menurut Bapak Ibu, berasal dari perwira, more »