Adhi Pindah ke SMA 7?
Pada postingan sebelumnya, Adhi Runner Up, saya menceritakan kejadian pemanggilan Adhi Tiana ke ruang kepala sekolah setelah aksi pembakaran di lapangan tenis oleh beberapa oknum anak angin. Tapi saya agak sedikit ragu. Bisa jadi pemanggilan Adhi terjadi setelah dia kepergok merokok di lingkungan sekolah. Maka, saya buatkan versi lain dari Adhi Runner Up.
Suatu ketika, saya mendapati Adhi merenung sendiri di pojokan. Tampang bijaksananya hilang, berganti kemurungan, yang memperburuk tampilan tidak rapinya.
“Ada masalah apa, Dhi?” tanya saya berusaha berempati. more »
Adhi Runner Up
Jika sampai saat ini belum ada renovasi, maka tepat di titik tengah lapangan tenis yang kadang dipakai tempat latihan anak angin akan terdapat bercak-bercak hitam bekas terbakar. Itu adalah ulah dari beberapa oknum anak angin, yang iseng memanfaatkan bangku-bangku bekas tak terpakai untuk sekedar digunakan api unggun penghangat badan. (Atau sebagai sarana pemanggang ayam, saya agak lupa….)
Beberapa hari setelah kejadian bakar-bakaran tersebut, ada pesan dari kantoran ke kelas saya meminta agar Adhi Tiana menghadap Pak Mustika, kepala sekolah, segera. Ini masalah! more »
Berkenalan dengan Angin [3]
Maaf, Kamis lalu aku menghilang tanpa kabar. Tidak seperti tuduhan Wahyu, yang katanya aku ngambek, aku hanya sedang plesiran di Lombok, dan tidak menemukan waktu untuk mengunjungi warnet. Jadi, mari kita lanjutkan.
Setamat SD, aku masuk SMP 1 Denpasar. Kata kakakku, di sana ada guru yang juga seniman, GM Sukawidana. Pak GM ini, katanya lagi, sudah membentuk group teater di SMP 1, namanya Batan Leci. Tapi, ketika daftar ekstra kurikuler di-realese, tidak aku temukan Drama dan Sastra di dalamnya. Akhirnya, aku hanya bisa masuk Pramuka, dan melepaskan sejenak cita-cita waktu nonton kakakku di TV. [Belakangan aku tahu, rupanya waktu aku masuk SMP 1, more »
Berkenalan dengan Angin [2]
Masih, kisah ini ketika aku kelas 6 SD. Beberapa hari menjelang acara perpisahan SD-ku yang dilaksanakan di Bedugul, guru-guru memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menyiapkan atraksi secara mandiri.
“Boleh apa saja. Baca puisi silahkan, pantomim OK, atau sulap, dance juga boleh. Pokoknya atraksi apapun sebagai hiburan….” begitu kira-kira kata Pak Guru di depan kelas.
Ketika aku ceritakan permasalahan ini kepada kakaku, Eka Santosa, dia yang sedang hangat-hangatnya dengan Teater Angin, dengan bersemangat mengusulkan agar aku mementaskan sebuah drama pendek. more »
Berkenalan dengan Angin [1]
Sampai 25 menit sebelum deadline malam ini, aku masih amat sangat kebingungan untuk mulai menulis. Panik. Sempat memutuskan untuk istirahat saja, tidak menulis apapun. Akhirnya, setelah membaca berulang satu per satu Next Random Thursday, aku putuskan untuk flash back ke masa dimana untuk pertama kalinya aku berkenalan dengan Angin.
Waktu itu aku masih kelas 6 SD. Kakakku, Eka Santosa, baru memasuki masa SMA-nya. Dengan mengayuh sepeda ke Smansa Denpasar di tengah himpitan mobil dan motor, dia nampak begitu keren. Menjadi lebih keren lagi, ketika pada suatu malam, dia muncul di layar televisi Sharp hitam putih milik pamanku. more »
Adhi Tze-Tze
Pantai Kuta selalu menjadi tempat bermain yang menyenangkan. Tapi kadang, untuk satu dua orang, menjadi tempat yang paling menyebalkan. Bagaimana tidak, jika satu dua orang inilah yang dipakai sebagai bahan utama permainan. Contohnya Philips, ketika dia dipermainkan habis sewaktu minta menjadi peran utama dalam sebuah operet. Cerita tentang ini sudah pernah saya posting di sini.
Contoh yang lain, Adhi Tiana. Selalu menyenangkan untuk menjadikan Adhi sebagai bahan ketawaan. Anda tahu lalat tze-tze? Lalat yang jika menggigit, mengakibatkan korbannya menjadi ngantuk berat. Nah, anak-anak angin percaya, Adhi pernah digigit lalat tze-tze, sehingga bawaannya ngantuk melulu, more »
Profesor Adhi
PSR tahun 1995, waktu aku masih kelas satu, salah satu group angin memainkan drama Kisah Cinta dan Lain-lain (KCDLL) yang disutradarai oleh Phalayasa. Dalam naskah tersebut terdapat tokoh Profesor. Jika saja KCDLL kita mainkan saat ini, maka yang paling pantas untuk memerankan tokoh Profesor itu adalah aku sendiri, –selain Gantet tentunya– mengingat kondisi rambut di kepalaku yang sudah menipis layaknya seorang profesor. Tapi, 14 tahun lalu, Phalayasa menjatuhkan pilihannya pada Adhi Tiana sebagai sang Profesor.
Suatu sore, setelah latihan KCDLL berakhir, anak-anak angin diundang oleh Dewandra untuk makan malam di rumahnya. more »
Phillips Keliling Bali!
Masih tentang Phillips. Saat ini ketika Phillips sudah menginjak kelas 3, anak angin sedang dalam persiapan produksi operet untuk GKS tahun 1996. Seperti ritual tradisi anak angin dalam suatu produksi operet, yang dimulai dengan mencari inspirasi malam sampai larut di Pantai Kuta, begitu juga kali ini. Beberapa anak angin, khususnya cowok-cowok, malam itu telah bersiap-siap menuju Pantai Kuta.
Yang spesial malam itu adalah, di antara rombongan anak angin, terselip seorang Phillips! Lho, apanya yang spesial? Sangat spesial, karena tidak pernah sekalipun sebelumnya, Phillips diperbolehkan oleh Ibunda tersayang untuk ikut hura-hura sampai tengah malam bersama angin. more »
Tendangan Maut
Tokoh utama kisah kali ini adalah Phillips Andrew Fitzgerald Pangemanan, anak angin angkatanku, ibunya kebetulan seorang guru di Smansa. Layaknya Srimulat yang memiliki tokoh pelengkap penderita semacam Bambang Gentolet atau Gogon, begitu juga dulu Phillips diperlakukan oleh beberapa anak angin. Setiap tingkah lakunya selalu dijadikan bahan olok-olok. Paling enak memang, menggunakan Phillips sebagai bahan candaan. [Phillips, melalui tulisan ini, kusampaikan permintaan maaf sedalam-dalamnya, karena pernah memperlakukanmu tidak sewajarnya. Harus kuakui, Phillips adalah salah satu kawan terbaik.]
Berbicara tentang Phillips, more »
Mejogedbumbungan di Kerambitan [Mas Ari’ Nganten]
Takkan pernah kubiarkan dunia berhenti berputar
Takkan pernah
Anak-anak berlari dalam suka abadi
Kupanggil namamu dari tempat yang jauh
Adakah kau mendengar dengan rasa rindu
Tangan, kaki, serasa lepas
Mengembara dalam kesenangan sendiri
Tapi… biarkan mereka berlari….
Seperti kami… membentangkan tangan….
Lihatlah! Langit begitu luas untuk kehadiranmu
Puisi di atas adalah sebuah puisi dari Sthiraprana Duarsa, berjudul Biarkan Anak-anak Berlari. more »