Sorga Neraka [2]
Cerita di balik pementasan. Beberapa anak angin sangat excited dalam masa persiapan, karena kita pada akhirnya punya cukup uang untuk membeli beberapa lampu panggung. Iya man, lampu panggung! Memang ada beberapa peninggalan lampu dari angkatan sebelumnya, tapi kurang banyak. Jadi kita langsung meluncur ke Tiara Dewata, pilih-pilih, OK, langsung bayar di kasir.
Lalu para tukang kayu yang dikomando oleh Ardita mulai merancang tatakan-tatakan untuk lampu. Agak susah juga. Lampunya ternyata terlalu berat, sehingga tatakan segitiga yang kita buat baru bisa berdiri sesuai harapan setelah diberi batu pemberat. Hehehe, agak-agak dongkol juga dengan kebodohan kita mengolah tatakan ini. more »
Ika Permata Hati
Membaca puisi-puisi dari Ira Puspitaningsih dan Rasti Rainia pada blog mereka masing-masing, saya jadi teringat Putu Vivi Lestari dan … IKA PERMATA HATI. Wanita-wanita ini adalah empat dari sekian banyak penulis berbakat yang pernah dimiliki oleh angin. Saya tidak mengenal secara langsung Ira dan Rasti, karena berbeda angkatan cukup jauh. Vivi adik angkatan saya dua tahun, sedangkan Ika teman seperjuangan satu angkatan.
Sepengamatan saya, sampai saat ini Vivi, Ira, dan Rasti masih sangat produktif menulis. Tapi untuk Ika, setelah lulus SMA, sepertinya dia tenggelam. Tidak pernah sekalipun saya dapat melacak aktifitas menulisnya. more »
Tanah Septic Tank untuk Hasim
Kisah ini tentang Kardena, cowok angin nomor empat setengah dari angkatanku. Diistilahkan empat setengah, karena si Kardena ini memiliki sedikit sisi feminim. Cowok angin di angkatanku ada empat, plus Kardena jadi empat setengah. Tapi, jujur dari palung jiwa kami yang paling curam, sebenarnya Kardena ini 100% cowok kok.
Dalam Komidi Sebabak di PSR tahun 1996, Kardena berperan sebagai Hasim, calon bapak muda yang istrinya sebentar lagi melahirkan. Tapi karena kegugupannya menanti anak pertama, akhirnya dia merasa telah membunuh seorang bidan kampung. Lalu dia berniat untuk dikubur hidup-hidup karena sangat menyesal.
Eka Sucahya sang sutradara ingin menampilkan Komidi Sebabak more »
Bersahabat dengan Ahli Kubur
Ada satu tehnik yang biasanya dilakukan untuk pendalaman peran. Ketika kita akan berperan sebagai pembantu rumah tangga, maka cobalah untuk menjadi babu di sebuah rumah. Ketika kita akan berperan sebagai orang gila, maka cobalah untuk bergaul selama beberapa hari di Rumah Sakit Jiwa. Dan seterusnya.
Itu juga yang coba aku lakukan ketika akan berperan sebagai Pak Dul dalam naskah Komidi Sebabak, pada Lomba Drama Modern PSR tahun 1996. Pak Dul adalah seorang penggali kubur. Setting panggung Komidi Sebabak adalah di sebuah kuburan. Sore itu, setelah latihan berakhir, Eka Sucahya sang sutradara tiba-tiba nyeletuk, “Wir, cobalah ntar malem kau pergi ke kuburan. Rasakan suasananya.” more »
Keep Writing
Wow! Setelah launching 9 hari, tapi baru dipublikasikan kemarin melalui salah satu friendster angin, blog ini ternyata telah menuai 1 buah komentar. Hanya 1 memang. Tapi 1 itu cukup membuat adrenalinku sangat sangat bergolak. Siapa ya si pengirim komentar? Komentarnya apa ya? Deg… deg… deg… duh, lambat banget koneksi di warnet ini…. more »
Salam
Salam. Aku Wira, nama panjangnya bukan Wiiiiiiiiiraaaaaaaaa, tapi I Kadek Wira Santosa. Itu nama pemberian orang tuaku, nama resmi di akta kelahiran. Entah kenapa, di KTP atau SIM namaku terpangkas menjadi hanya Kadek Wira Santosa. Orang-orang Bali atau orang-orang yang tahu struktur nama Bali pasti dengan segera menerka kalau aku ini anak ke-2. Hey, aku ini anak ke-3, dari 4 bersaudara, yang semuanya juga diberikan nama Santosa. Tentang nama Wira, menurut Bapak Ibu, berasal dari perwira, more »