Reuni Besar Lintas Generasi Teater Angin
Menara cahaya menerangi taman air
Angin istana meniupkan rindu
Dua anak tangga lagi tahta dicapai
Kilau impian terang terwujud
Obrolan-obrolan kecil mengenai reuni akbar dan penyusunan antologi alumni angin sudah terdengar sejak lama, mungkin sekitar 2014/2015. Namun obrolan-obrolan itu hanya berhenti sebatas obrolan saja, tidak sampai ke tindakan yang berarti. Obrolan yang selalu timbul tenggelam, sampai akhirnya terombang-ambing di lautan luas bak perahu nelayan yang ditinggalkan.
Ketika Tan Lioe Ie mengeluarkan buku Ciam Si: Puisi-puisi Ramalan, beliau berbaik hati meramal mengenai rencana reuni akbar, menggunakan metode perhitungan yang ada di bukunya. Input (REUNI BESAR LINTAS GENERASI TEATER ANGIN) dan hasil perhitungannya (Ciam Si 42) bisa kita lihat seperti gambar di atas, beserta ramalan yang muncul.
Jika kita tafsirkan hasil ramalan itu, saya ingin mengajak Anda untuk sepakat bahwa rencana reuni akbar ini akan terlaksana / Kilau impian terang terwujud / dengan sukses. Hanya saja, mungkin, masih ada beberapa langkah / Dua anak tangga lagi tahta dicapai / yang harus dilakukan untuk merealisasikannya. Tentu sebelumnya harus didahului dengan sosialisasi / Menara cahaya menerangi taman air / Angin istana meniupkan rindu / agar setiap alumni merasakan kerinduan yang sama untuk berkumpul.
Pertanyaannya, apakah saya percaya dengan hasil ramalan dan tafsiran itu? Dalam hal ini saya memposisikan diri sebagai orang yang oportunis. Karena ramalannya ditafsirkan dengan hasil yang bagus, maka dengan sangat mudah saya bisa percaya. Lalu kenapa sampai saat ini, setelah bertahun-tahun berlalu sejak ramalan itu, belum juga ada Reuni Besar Lintas Generasi Teater Angin? Ya, mungkin kita hanya perlu bersabar, ini masalah waktu. Setiap ramalan akan menunggu waktunya untuk terbukti. Bahkan jam yang mati pun, jam analog dengan jarum jam, dapat menunjukkan waktu yang tepat dua kali dalam sehari!
Lalu mengenai antologi alumni angin. Beberapa kali sempat saya gaungkan bersama Rasti, namun pergerakannya belum juga ke mana-mana. Timbul: deadline awal pada akhir Maret 2017, mungkin karya yang terkumpul hanya dari sekitar lima atau enam alumni. Tenggelam.
Timbul: ketika Wayan Koster memenangkan pilgub Bali di tahun 2018, itu adalah keuntungan besar bagi Teater Angin. Karena, Putri Suastini Koster adalah alumni angin! Dimas mengajak saya untuk memanfaatkan momen ini, karena kabarnya Ibu Koster sangat antusias dengan kegiatan-kegiatan sastra dan teater, tidak lupa dengan background beliau di waktu lalu. Reuni dan pembuatan antologi tentu akan dengan mudah diwujudkan dengan Ibu Koster di belakang kita. Namun saya menolak. Tenggelam.
Kemudian saya mendengar kabar, beberapa perwakilan angkatan alumni angin sudah beraudiensi dengan Ibu Koster. Mungkin untuk membicarakan rencana reuni akbar dan pembuatan antologi, entahlah. Di titik ini, saya sempat menyampaikan kepada Rasti untuk mengendapkan dulu rencana pembuatan antologi. Mungkin nanti kita mengikuti saja hasil audiensi, tapi saya tidak mendengar kabar tentang itu setelahnya. Terombang-ambing.
Timbul kembali: berawal dari upaya Rasti mempromosikan blog-nya, iseng saya komen di salah satu posting-an ngajakin reuni. Eh, dia balas dengan meminta pertanggungjawaban saya, untuk menyegerakan penerbitan antologi! Setelah sempat sedikit terhenyak, lalu saya mendapat ide. Ting! Kenapa tidak kita gabungkan saja ide reuni dan antologi menjadi satu! Toh mereka bukan minyak dan air kan?
Tolong, kali ini jangan tenggelam lagi. Mari kita siapkan mesin diesel, lalu menjemput perahu yang terombang-ambing sekian lama di lautan lepas. Jika pepatah mengakatan sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui, maka mari kita rapalkan: sekali menghidupkan mesin, dua rencana besar terlampaui. Reuni dalam bentuk antologi! Memuput Rindu: Reuni Besar Lintas Generasi Teater Angin.