Membelah Bali [3]
The show must go on. Maka kita terus mengayuh sepeda sampai sekitar jam delapan malam. Saat itu kita masih ada di wilayah Mengwi. Saatnya untuk mencari tempat beristirahat. Akhirnya kita berhenti di sebuah poskamling, sepakat untuk tidur di sana saja. Ada sedikit perdebatan tentang aman tidaknya tempat ini, tapi sudah tidak ada pilihan. Kalau kita dirampok, biar saja, pasrah.
Ketika akan memejamkan mata, tentunya setelah mengunci sepeda masing-masing, tiba-tiba ada seorang penduduk datang menghampiri.
“Kalian dari mana?”
“Oh, kami dari Denpasar Pak. Ini mau numpang menginap di sini. Kami ada kegiatan keliling Bali naik sepeda.”
“Jangan tidur di sini, Gus. Lebih baik tidur di rumah saya saja.”
Wah, senengnya ada yang menawarkan rumahnya sebagai tempat beristirahat. Setelah berpandang-pandangan sekilas, lalu kita memutuskan untuk agak-agak jaim sedikit, sok malu-malu, “Ndak usah deh Pak, biar kami tidur di sini saja….”
“Ayo ke rumah saya saja. Nanti dikira mau macam-macam sama penduduk di sini kalau kebetulan dilihat. Dikira rampok atau sejenisnya. Malah repot kan?”
Nah, ini dia yang kita inginkan sebenarnya. Kalau saja si Bapak langsung bilang, “Ya sudah, terserah kalian….” Ugh… nyesel tujuh turunan deh kita. Lalu dengan gerakan masih sok malu-malu, kita beranjak, menuntun sepeda, mengikuti si Bapak ke rumahnya. Sebuah rumah bergaya Bali banget, dengan beberapa bale-bale bengong. Kita ditempatkan di salah satu bale bengong, digelari karpet, plus bantal nan empuk. Ahh, sungguh mewah untuk ukuran petualang dadakan semacam kita.
Bangun pagi keesokan harinya, kita menemukan sebuah keran air untuk sekedar mencuci muka. Sesaat sebelum berpamitan, tiba-tiba tuan rumah datang dengan nampan berisi tiga gelas kopi plus sepiring pisang goreng. Wah, sungguh jamuan yang membuat kita tidak enak hati. Tidak enak rasanya kalau tidak sesegera mungkin dihabiskan, maksudnya. Setelah kerakusan kita terungkap, dan sedikit basa-basi, yang bisa kita lakukan selanjutnya hanyalah berterima kasih sedalam hati yang kita punya, lalu berpamitan.
Perjalanan pagi itu adalah perjalanan yang masih penuh dengan semangat membara. Apalagi perut kita sudah dipenuhi dengan pisang goreng. Sepanjang perjalanan kita bahkan sempet-sempetnya bernyanyi, menyanyikan Mars SMA 1 Denpasar, walaupun bagian yang terdengar hanyalah, “JEBOL… maju bina bangsa….” Tantangan baru menghadang ketika jalanan mulai menanjak dan berkelok memasuki daerah Baturiti. Kadang ketika sepeda kita sudah mulai kepayahan, terpaksa kita menuntunnya saja. Memasuki Bedugul, selain medan tanjakan berkelok, tantangan ditambah dengan udara dingin yang mulai menjilat. Kira-kira jam setengah dua, kita sampai di Pasar Bedugul. [to be continued]
Sabar Bu, sabar… sinetron nya lanjut dua hari lagi… 🙂
Bli saya merinding membacanya ketika bapak itu menawarkan niatannya untuk menginap dan suasana pagi pas Bli bangun tidur tiba-tiba dibuatkan kopi dan pisang goreng..
Betapa orang Bali yang bener-bener orang Bali, semoga kita jangan lupa dengan budaya kita…
Aduh..lanjut ceritanya Bli…saya trus mantau Blog bli..wekeke
Trims
Yah, semoga oknum orang Bali yang lebih suka berselisih satu sama lain, disadarkan untuk kembali ke ke-Bali-annya. You’re welcome.
tak gentar menghadapi segala tantangan…
[yak silakan dilanjutkan anak2….]
hahaha….
Ah, akhirnya keluar juga komentar panjang dari Bang Doel, setelah hanya “nice!”, “good!”, “hahaha…” Untuk itu, saya persembahkan Mars SMA 1 Denpasar, khusus buat Bang Doel. Tapi maaf kalau tulisan saya agak-agak bero dikit….
Tak gentar menghadapi segala tantangan
JEBOLLL maju bina bangsa
Mengisi Negara Pancasila
Mengisi kepribadian bangsa
Itulah semangat pelajar
Mengabdi tanpa mengharap apa
Itulah patriot paripurna
SMA 1 Denpasar
siap-siap bertemu gadis pujaan…he..he…
Hehehe… sabar Dhi, sabar. Di seri berikutnya, Adhi Tiana akan saya pertemukan dengan [mantan] gadis pujaannya. Buat Shanti, [istrinya Adhi -red] boleh baca sambil cubit-cubit perutnya Adhi kok… hehehe…. Peace Shanti, peace…. 😀
Wah, macam sinetron kejar tayang aja nih berjilid-jilid. Rating lagi tinggi
Hahaha
Hehehe… dijamin, ratingnya mengalahkan Melati untuk Marvel, Aqso dan Madina, serta… Tersanjung 9…. 😀
akhir-akhir ini pernah berkunjung ke tempat bapak itu wir? mungkin sekedar bernostalgia aja…,
Duh, belum pernah Gler… sama sekali belum pernah. Merasa jadi anak durhaka aku euy…. 🙁
Paling ngakak baca “Jebol Maju Bina Bangsaaaaaa………..” Itu liriknya yang benar apa sih? Masak lagu mars “Jebal Jebol” begitu?
Liriknya memang begitu, Wahyu. Kualat ntar sama penciptanya, Pak Inggas, Kepsek pertama SMAN Denpasar, kalau berani-berani mengganti lirik….
mungkin itu yg bikin mars-nya pak rajeg Yu..itu lho guru sejarah yg seneng cerita tajen di kelas..tus kl jadi inspekstur upacara ngasih wejangannya dua setengah jam pelajaran sampe pak anom harus ngingetin..hehehehe iya norak banget ya itu mars…
Hah? Pak Rajeg? Siapa itu? Pak Rereh maksudnya? Siapa nama anaknya Pangeran Diponegoro? Siapa nama istrinya Imam Bonjol? Jenderal Sudirman waktu perang gerilya pake sandal atau sepatu? Huahaha… yang paling aneh, kalau pelajaran sejarah di Hari Senin, [Minggu malam ada siaran bola Liga Italia] berapa skor Milan vs Juventus semalam? Huahaha….
Btw, Dogler sekarang apa jadi caleg Hanura? penasaran……kok avatar-nya bendera Hanura gitu? hehehe….
Gler, jawab Gler! Setahuku, anak angin yang jadi caleg, Yunita a.k.a. Lele, angkatan 99, yang pernah punya perjanjian setan sama Kojek. Caleg DPRD Kota Denpasar dari Partai Demokrat!
makenye lu kudu nyiapin diri lu sebelum nekat berangkat naek sepedaan…contoh nih gue…
terus? terus? terus?
*continue reading*