Tiang Nak Ten Sengaja
Dari sekian banyak cerita tentang soto babad Kumbasari, mungkin kejadian berikut ini adalah yang paling seru, paling menegangkan.
Malam itu, kita berempat, aku, Adhi, Wahyu, dan Jengki, nongkrong di Kumbasari. Seperti biasa, kita memesan soto babad dan minuman kesukaan masing-masing. Kita duduk di sebuah meja persegi di sebelah selatan warung, yang bisa ditempati di keempat sisinya. Jengki dan Adhi duduk di sisi barat, dengan Jengki di sebelah selatan, sementara Wahyu dan aku duduk di sisi timur, dengan Wahyu di sebelah selatan. Setelah masing-masing nambah sepiring nasi lagi, kita pun ngobrol ngalur ngidul, tidak lupa tertawa terbahak-bahak. more »
Lomba Puisi untuk PSR 2009
Inilah aku. Hanya menulis di kala dirinya ingin atau ada yang layak untuk ditulis. Directly…
Hari itu hari Kamis dalam PSR 2009, 5 Maret. Dari rumah aku udah nyengir-nyengir karena akan dapet dispen setelah sekian lama (1 bulan). Segala sesuatunya telah siap di dalam kotak Pandoraku, yaitu sebuah kamera digital dan baju Teater Angin angkatanku dan kreasi angkatan diatasku. Setelah jam-j, jam pelajaran ke-3, aku langsung cabut, meninggalkan teman-temanku yang hendak mebalih Porjar atletik (kurasa tidak layak tonton, karena terprediksi Smansa kalah) setelah sebelumnya, messenger of S.I.D. from Teater Angin more »
Kumbasari, Lagi
Ada banyak kejadian yang pernah kita lewati di warung soto babad Kumbasari, tempat nongkrong favorit anak angin tahun 90-an. Berikut beberapa moment yang masih teringat.
Wira ngambul, ngambek. Saat itu, mungkin sekitar Agustus 1995 atau 1996, lupa. Yang jelas deket-deket ulang tahunku. Ceritanya, aku ditodong oleh kawan-kawan untuk traktiran soto babad. Maka malam itu kita janjian ketemu di Kumbasari. Berhubung aku tidak punya motor, maka seseorang ditugaskan untuk menjemput, entah Adhi atau Gantet, aku lupa. Lama menunggu, si penjemput tak kunjung datang.
Karena keterlambatan penjemput, akupun tiba di Kumbasari sangat terlambat. more »
Kumbasari
Mencari nasi jinggo di Kota Denpasar, saat ini begitu mudah. Sore sampai malam, bahkan menjelang pagi, hampir di setiap ruas jalan kita bisa menemukan penjual nasi campur minimalis dibungkus daun pisang, yang dihargai Rp 1.500 – Rp 2.500 per bungkus. Tahun 90-an, nasi jinggo identik dengan Kumbasari. Sepertinya saat itu nasi jinggo hanya dijual di sana, atau setidaknya, di Kumbasari yang paling terkenal. Lokasinya di sebuah gang pinggir Jalan Gajah Mada, seberang pintu masuk ke Pasar Kumbasari.
Kumbasari adalah salah satu tempat nongkrong favorit anak-anak angin tahun 90-an. Orang-orang menyangka, more »
Jenuh, dan Semakin Jenuh
Dulu, ketika akhirnya memutuskan untuk membuat sebuah blog, saya tahu bahwa suatu saat akan mengalami perasaan seperti yang saya rasakan sekarang, jenuh. Saya juga tahu, musuh utama saya adalah inkonsistensi. Maka, untuk berperang melawan kejenuhan dan ketidakkonsistenan itu, saya mempersenjatai diri dengan sebuah jargon, “Setidaknya setiap Kamis, jam sembilan malam, lewat delapan menit, akan selalu ada kisah baru.”
Jargon tersebut telah menciptakan sebuah tanggung jawab moral kepada diri saya sendiri, untuk tetap menulis. Dengan jargon ini, saya berharap, ketika dilanda kejenuhan, saya bisa tetap [dipaksa] konsisten. more »
Dear Diary
Dalam sebuah kebersamaan, biasanya selalu ada pergesekan. Itu hal yang lumrah. Pergesekan mengarah ke konflik antar individu biasanya terjadi karena perbedaan sensitivitas masing-masing individu tersebut dalam sudut pandang mereka terhadap sesuatu. Cieee… bahasaku sudah keren belum? Soalnya aku mulai bingung dengan apa yang kutulis. Biasanya, semakin aku bingung membaca sebuah tulisan, aku menganggap tulisan tersebut menggunakan bahasa yang luar biasa keren. Wualahhh… 😀
Jadi intinya begini. Cerita ini masih dalam rangka persiapan KCDLL-nya anak angin pada PSR tahun 1995. Dalam naskah KCDLL, terdapat tokoh dokter. more »
Profesor Adhi
PSR tahun 1995, waktu aku masih kelas satu, salah satu group angin memainkan drama Kisah Cinta dan Lain-lain (KCDLL) yang disutradarai oleh Phalayasa. Dalam naskah tersebut terdapat tokoh Profesor. Jika saja KCDLL kita mainkan saat ini, maka yang paling pantas untuk memerankan tokoh Profesor itu adalah aku sendiri, –selain Gantet tentunya– mengingat kondisi rambut di kepalaku yang sudah menipis layaknya seorang profesor. Tapi, 14 tahun lalu, Phalayasa menjatuhkan pilihannya pada Adhi Tiana sebagai sang Profesor.
Suatu sore, setelah latihan KCDLL berakhir, anak-anak angin diundang oleh Dewandra untuk makan malam di rumahnya. more »
Djembatan Gondolajoe
Maaf sebelumnya, tidak banyak yang bisa saya ingat tentang cerita ini. Mungkin Eka Sucahya dan Wahyu Dhyatmika bisa menambahkan dan mengoreksi nostalgia saya.
November 1994, Senat Mahasiswa Universitas Udayana menyelenggarakan Lomba Drama Modern se-Bali untuk umum. Anak angin memutuskan untuk ikut berperan, dan mengambil naskah Jembatan Gondolayu dari Nasjah Djamin. Waktu itu saya masih kelas 1, dan ini adalah pengalaman pertama saya dalam sebuah produksi drama modern. Sebelumnya saya hanya berkesempatan berproduksi dalam sebuah operet. Seingat saya, keputusan untuk ikut lomba ini diambil sekitar seminggu sebelum lomba. Nah lho, mepet banget! more »
Happy Valentine
Sedianya, tulisan ini berjudul, “Seminggu Melototi StatPress”, dan baru akan saya posting setidaknya besok malam. Tapi, demi sebuah momen, dan sebagai blog yang menolak dikatakan katrok, tidak mau dianggap tidak gaul, mencoba ikutan latah, maka, dengan penuh kasih, hari ini saya posting tulisan ini, sebagai simbol ungkapan sayang saya kepada semua pengamat teaterangin.com, “Happy Valentine!” Semoga semangat valentine selalu ada di sini, tidak hanya hari ini, tapi juga hari-hari berikutnya, hari-hari setelah ini, dan hari-hari seterusnya.
Tuntas sudah tugas blog ini di hari ini, untuk sekedar latah mengucapkan happy valentine, dan saatnya to the point, seminggu melototi StatPress. more »
Nostalgia Operet
Berikut ini saya sarikan operet-operet di jaman saya masih berstatus sebagai siswa Smansa Denpasar.
Jayaprana Layonsari – September 1994. Operet pertama saya, waktu masih kelas satu, pada MAKP terakhir, sebelum berganti nama menjadi GKS. Operet yang judulnya paling aneh. Bagaimana tidak aneh. Adegan dibuka dengan munculnya Jayaprana di panggung, memanggil-manggil Layonsari, lalu digebuki oleh para bajak laut. Setelah itu, Jayaprana Layonsari tidak pernah muncul lagi. Aneh bukan? Tokoh yang dijadikan judul, malah muncul hanya beberapa detik. Tokoh-tokoh yang lebih menonjol diantaranya Ksatria BH more »