Masih, Tentang Kumbasari
Jika Anda pernah mendengar musikalisasi puisinya anak angin yang berjudul Insomnia, yang diaransemen sekitar tahun 2000 berdasarkan puisiku, In Somnya [1], mungkin Anda cukup familiar dengan kalimat ini, “Typusnya soto babad pojok pasar….”
Sebaris kalimat itu memang terinspirasi dan aku dedikasikan untuk warung soto babad Kumbasari langganan anak-anak angin tahun 90-an. In Somnya [1] aku buat sekitar awal Januari 1997, waktu sudah kelas 3 SMA. Saat itu, warung soto babad Kumbasari mulai jarang memberikan pelayanannya kepada anak angin. Penyebabnya adalah si ibu penjual mulai sakit-sakitan. Menurut suaminya, yang kadang-kadang sempat membuka warung, dan kebetulan kita berkunjung, si ibu terserang penyakit typus.
Tapi ada analisa ngawur dari salah satu anak angin, aku lupa siapa, mengatakan bahwa si ibu terkena black magic akibat persaingan bisnis di pasar. Analisa ini membuatku membuat analisa lanjutan, bahwa persaingan bisnis itu secara tidak langsung melibatkan anak-anak angin. Dalam benakku, jika benar ada yang mem-black-magic-kan si ibu, salah satu penyebabnya adalah rutinitas anak angin yang sering berbelanja, dan memecahkan rekor berbelanja pada setiap kunjungan. Memang, pada setiap kunjungan anak angin, warung akan terlihat begitu semarak, ramai, dan sepertinya meningkatkan pemasukan si ibu secara signifikan. Pemikiran ini, jika benar adanya, tentu saja membuatku merasa sangat-sangat bersalah. Tapi aku berusaha membuang jauh-jauh analisa itu, dan menganggap bahwa si ibu memang sakit secara medis.
Si Ibu mulai sakit-sakitan pada bulan-bulan akhir 1996. Sejak saat itu, warung soto babad tidak jualan setiap hari, kadang buka kadang tutup. Karena waktu jualan yang susah diprediksi, maka kadang kedatangan anak angin akhirnya sia-sia karena warung tutup. Demikian kejadian berulang, si Ibu sembuh maka warung buka, si Ibu sakit maka warung tutup, sampai aku tamat SMA Juli 1997, dan melanjutkan kuliah di Bandung.
Liburan kuliah, maka kegiatan yang paling dinantikan adalah ngumpul bersama anak-anak angin, dan tentunya menyerbu Kumbasari, berharap warung soto babad masih berdiri tegak. Ternyata kita beruntung, si Ibu masih setia menemani, hanya saja tampak lebih kurus dan sedikit pucat. Mungkin pengaruh sakit-sakitan yang pernah dialami sebelumnya. Sampai beberapa kali liburan, kita masih bisa ketawa-ketawa bernostalgia di Kumbasari. Dan entah kapan tepatnya, sekitar tahun 1998-1999, ketika masih di Bandung, aku mendengar kabar bahwa si Ibu telah meninggal dunia. Ah, sungguh sebuah kabar yang menyedihkan.
Sampai saat ini, ketika teringat kembali dengan warung soto babad Kumbasari, aku hanya bisa berterima kasih kepada si Ibu tukang warung dan para kru, dengan kebahagian yang pernah diberikan. Semoga kebahagian kita juga menjadi kebahagiaan mereka, dan khususnya kebahagian si Ibu.
Aku ndak pernah tahu namanya…. Ada yang tahu?
Bu Soto.
Asal! 😉
Kyknya soto kumbasari bnr2 jd bagian hidup dr beberapa anak angin. Tp kok aq ga pernah tau ya?? Knp ga pernah ada yg ngajakin??
Wah, iya ya… siapa aja sih cewek-cewek angin yang pernah makan di Kumbasari kita? Maaf, Ika… 😉
Kalo beneran typhus, sebenernya bisa dikontrol. Emang si kumannya ada terus jadinya kumat-kumatan. Higiene nya dijaga, makannya diatur, trus jangan terlalu capek, pokoknya yang nggak menurunkan sistem imun, trus kalo sakit segera ke dokter (pesan sponsor). Mungkin ibu soto sering kecapekan kerja, secara buka ampe lewat tengah malem gitu…
“trus kalo sakit segera ke dokter”
Kalau saya sakit, dokternya yang tak suruh ke rumah… 😀
aq tau soto yang enak di pasar badung… tapi yg jual bukan ibu2.. suda langganan di situ.. namanya soto Pak Yan.. ya kadang makan di situ malem menjelang pagi.. lebih mantap..
bener kata pak dokter.. jaga2 kesehatan.. coz.. kalo suda kecapekan sistem kekebalan tubuh menurun yang mengakibatkan penyakit2 seperti tipus bisa terjadi..
o ia.. pak dokter.. bagi2 ilmunya dong.. ajari juniormu ini..
^_^
Pak Yan? Atau Pak Man? Yang saya tahu, Pak Man… ayo kapan-kapan kita ke sana….
“Semoga kebahagian kita juga menjadi kebahagiaan mereka, dan khususnya kebahagian si Ibu.”
Kebahagiaan semua orang 🙂
Rest in peace, Bu … siapa namanya? Bu Nengah? (asal)