Teater Angin

Akhirnya, Sejarah Itu akan Terungkap! (Versi Lain)

Beberapa minggu lalu, judul ini pernah saya pakai. Waktu itu saya merujuk pada sejarah tentang penyematan Absurd Generation pada Teater Angin. Kali ini judul itu saya pakai kembali, namun merujuk pada hal lain. Sejarah yang akan terungkap itu adalah sejarah tentang berdirinya Teater Angin! Sebenarnya ini masih ada kaitannya dengan perkara ulang tahun yang keliru, tapi saya enggan untuk membuat part 3 dari tulisan itu. Jadi, mari kita mulai saja.

Awalnya ketika saya bertandang ke Jatijagat Kehidupan Puisi, bertemu dengan Dimas Hendratno, untuk meminta restu penerbitan Memuput Rindu. Di sela obrolan, dia bercerita tentang rencana Ibu Putri Suastini untuk menerbitkan buku sejarah berdirinya Teater Angin. Dimas mengira saya juga sudah diwawancarai terkait hal itu, tapi kenyataannya belum. Lalu dia memberikan nomor WA saya kepada “panitia” penerbitan buku.

Undangan wawancara itu akhirnya mendarat di WA saya. Wawancara dilakukan di Pustaka Bali Seni, sebuah kedai kopi yang juga menyediakan buku-buku sastra dan lukisan, di Jalan Nangka Selatan. Ya, masih terjangkau dari Istana Banteng dengan jalan kaki. Beberapa pertanyaan yang diajukan diantaranya: sejak kapan saya menjadi anggota Teater Angin, termasuk sejak kapan menjadi ketua; kegiatan apa saja yang diikuti/dilaksanakan Angin di masa itu, termasuk prestasi yang diraih; bagaimana perkembangan jumlah anggotanya; apa kendala yang dihadapi; apa pendapat tentang Teater Angin; dan apa harapan untuk Angin ke depannya.

Saya menceritakan mengenai Angin pada rentang 1994 s.d. 1997, yang aktif mengikuti Lomba Drama Modern pada ajang Pekan Seni Remaja, Lomba Baca Cerpen pada Pekan Olahraga dan Seni, serta Lomba Baca Puisi yang diselenggarakan beberapa komunitas seperti Sanggar Minum Kopi, Banjar Semila Jati, Sanggar Purbacaraka, serta yang lain. Saya juga bercerita tentang lomba yang diselenggarakan Angin yaitu Lomba Cipta dan Baca Cerpen, cikal bakal Lautan, Lomba Tahunan Teater Angin. Selain itu, Angin juga rutin menyumbangkan operet pada acara sekolah bertajuk Malam Aktifitas dan Kreatifitas Pentas, yang akhirnya menjadi Gempita Karmany Smansa. Setiap tahunnya Angin juga menyelenggarakan pentas mandiri dengan nama Malam Apresiasi Sastra.

Dalam kesempatan itu saya juga memberikan nomor kontak Kamillo Yulisukma kepada pewawancara, untuk diwawancarai lebih lanjut tentang informasi yang saya berikan, yaitu bahwa Teater Angin pernah tampil di luar Bali dan menjadi juara. Rupanya para pendiri Teater Angin berharap anak-anak Angin melebarkan sayap dengan berani tampil di luar Bali. Ketika saya katakan Angin pernah juara Lomba Drama Modern di Semarang sekitar tahun 2007/2008, pewawancara agak kaget, lalu saya memberikan kontak Kamillo untuk menggali informasi terkait itu.

Bagaimana jadinya buku sejarah Teater Angin ini, dan kapan akan di-launching? Saya sendiri belum mendapat informasi yang pasti. Yang jelas, buku ini “mungkin” akan meluruskan kekeliruan yang telah saya timbulkan sejak 28 tahun lalu. Mari kita nantikan.