Tak Ada Cerita Malam Ini
Maaf, untuk malam ini saya tidak punya nostalgia untuk diceritakan. Saya hanya akan menyampaikan dua hal.
Pertama, mengenai pertanyaan Rasti dalam sebuah comment di postingan terdahulu, “Bli Wira kemana sajakah gerangan?”
Ternyata saya juga ingin menanyakan hal yang sama. Kemana sajakah gerangan saya? Mungkin pertanyaan ini terlontar ketika saya seolah-olah tiada, tiba-tiba menghilang, dengan tidak pernah lagi membalas comment-comment yang masuk. Entahlah, mungkin ini tanda jaman. Tandanya tingkat kejenuhan saya mulai memasuki stadium yang lebih parah. more »
Adhi Tze-Tze
Pantai Kuta selalu menjadi tempat bermain yang menyenangkan. Tapi kadang, untuk satu dua orang, menjadi tempat yang paling menyebalkan. Bagaimana tidak, jika satu dua orang inilah yang dipakai sebagai bahan utama permainan. Contohnya Philips, ketika dia dipermainkan habis sewaktu minta menjadi peran utama dalam sebuah operet. Cerita tentang ini sudah pernah saya posting di sini.
Contoh yang lain, Adhi Tiana. Selalu menyenangkan untuk menjadikan Adhi sebagai bahan ketawaan. Anda tahu lalat tze-tze? Lalat yang jika menggigit, mengakibatkan korbannya menjadi ngantuk berat. Nah, anak-anak angin percaya, Adhi pernah digigit lalat tze-tze, sehingga bawaannya ngantuk melulu, more »
Adegan Seru?
[Pastikan Anda sudah pernah merayakan sweet seventeen sebelum melanjutkan membaca….]
Banyak lagi cerita tentang Pantai Kuta. Pernah suatu hari, Wahyu bercerita tentang cerita salah satu kawannya, sebut saja Bejo, bukan nama sebenarnya. Dalam cerita itu, disebutkan, pada suatu pagi dini hari, si Bejo menyaksikan sebuah adegan mesum sepasang bule di pinggir Pantai Kuta. Benar-benar adegan mesum seperti di film-film yang dibintangi Asia Carrera. Ketika si Bejo mencoba mendekat untuk menyaksikan lebih jelas, pasangan bule itu bukannya malu, tapi tambah bersemangat, tidak risih sedikit pun. Setelah adegan puncak tercapai, more »
Bermalam di Kuta
Sudah ingat untuk mencontreng tadi siang? Mencontreng atau tidak, Anda tetap berhak untuk berkunjung, membaca, dan berkomentar di teaterangin dot com. 😀
Dari tulisan sebelumnya tentang Kumbasari, mari kita beralih ke Pantai Kuta. Memang menjadi kebiasaan, anak-anak angin 90-an akan berkonvoi menuju Pantai Kuta, setelah puas dengan soto babad Kumbasari. Lebih khusus lagi, Pantai Kuta biasanya dipakai tempat untuk mencari inspirasi, spesifiknya inspirasi operet.
Seperti pada suatu malam minggu, gerombolan anak angin kembali nongkrong di Pantai Kuta. Ngobrol hingga larut malam, bahkan menjelang pagi. Entah sampai jam berapa, akhirnya kita memutuskan untuk pulang. more »
Masih, Tentang Kumbasari
Jika Anda pernah mendengar musikalisasi puisinya anak angin yang berjudul Insomnia, yang diaransemen sekitar tahun 2000 berdasarkan puisiku, In Somnya [1], mungkin Anda cukup familiar dengan kalimat ini, “Typusnya soto babad pojok pasar….”
Sebaris kalimat itu memang terinspirasi dan aku dedikasikan untuk warung soto babad Kumbasari langganan anak-anak angin tahun 90-an. In Somnya [1] aku buat sekitar awal Januari 1997, waktu sudah kelas 3 SMA. Saat itu, warung soto babad Kumbasari mulai jarang memberikan pelayanannya kepada anak angin. Penyebabnya adalah si ibu penjual mulai sakit-sakitan. more »