11 Jun 2020, 21:08
Cerpen Puisi
by

5 comments

Keroyokan Cerpen

Ada yang masih ingat dengan beberapa baris dalam puisi saya, Insomnia? (1) Gadis penjual sesajen kepada Tuhan; (2) sengketa nenek penari tepi desa; dan (3) aturan dilanggar peraturan. Masing-masing kalimat tersebut merupakan tema cerpen dari tiga anak angin yang pernah mengirimkan karyanya dalam lomba cipta cerpen tingkat nasional pada tahun 1996, yaitu Rahayu Ujianti, Adhi Tiana, dan saya sendiri.

Saya lupa bagaimana awalnya. Tapi, sepertinya kisah ini dimulai ketika Bu Purwani memberikan selembar brosur tentang lomba cipta cerpen tingkat nasional. Lalu disosialisasikan kepada anak-anak angin, kemudian diam mengendap begitu saja. Ajaibnya, suatu hari, ketika saya malas untuk belajar di kelas, brosur itu tiba-tiba saja ada dalam jangkauan mata saya, pada hari terakhir deadline pengiriman naskah cerpen. Muncul ide cemerlang dalam kepala saya: dispen! Dengan segera saya menghubungi Adhi Tiana.

“Dhi, dispen yuk….”

“Dispen apaan?”

Tanpa ba bi bu, saya sodorkan brosur itu.

“OK!” tanpa be bo ba Adhi setuju. Mungkin dia juga sedang malas belajar di kelas.

Lalu kami menghubungi beberapa anak angin yang lain, yang kiranya berpotensi untuk bisa membuat naskah cerpen dalam sekejap. Hanya dapat tambahan satu orang, yaitu Rahayu Ujianti. Maka, bertiga kami dispen untuk sebuah misi kilat nan luhur. Rahayu pulang ke rumahnya, bekerja sendiri. Sedangkan saya dan Adhi meluncur ke rumah saya, kebetulan ada dua mesin ketik, manual dan listrik. Pagi menjelang siang itu, sampai sore sekitar jam empat, kami berkutat masing-masing dengan ide liar, dan langsung tak tek tok di mesin ketik. Adhi bercerita tentang sengketa seorang nenek penari di sebuah desa, sedangkan saya mengangkat tema peraturan dilarang pacaran sesama anak angin yang pada saat itu banyak dilanggar.

Hari itu kebetulan adalah hari latihan untuk anak angin. Bosan di rumah, dan memerlukan suasana baru yang lebih fresh, akhirnya saya dan Adhi memutuskan untuk melanjutkan pekerjaan di sekolah. Kawan-kawan yang sudah ada di sekolah untuk latihan, kami mintakan pendapat sebagai reviewer naskah kami.

“Wow… keren ini, Dhi!”

“Waduh, kalau kayak gini, jadi gampang ketebak alur ceritanya, Wir….”

Maka, sore itu menjadi hari keroyokan cerpen buat anak-anak angin. Setiap selesai pengetikan satu lembar dari saya atau Adhi, maka kawan-kawan yang lain saling berebut untuk membaca dan mengemukakan pendapatnya. Sekitar jam enam sore, Rahayu muncul di sekolah dengan membawa amplop coklat besar. Melihat saya dan Adhi masih sibuk menuangkan ide ke dalam mesin ketik, Rahayu sungguh gembira.

“Wah, kukira kalian sudah mengirim naskah kalian. Syukur deh kalau belum, jadi naskahku bisa ikut dikirim nanti…” katanya.

Antara terintimidasi dan terpacu, saya dan Adhi ngebut untuk menyelesaikan naskah kami. Mungkin sekitar jam delapan malam, kami baru bisa menyelesaikan cerpen masing-masing. Sedangkan hari itu adalah hari terakhir (cap pos) pengiriman naskah. Perasaan saya campur aduk, antara senang sudah bisa menyelesaikan misi, tetapi pesimis naskah bisa dikirim karena sudah malam.

“Kantor pos pusat di Renon kayaknya buka deh sampai malam, tapi ndak tahu sampai jam berapa. Coba saja kita ke sana…” seorang kawan nyeletuk memberikan sedikit optimisme.

Maka, beberapa anak angin yang masih bersemangat untuk menyelesaikan misi pengiriman naskah, konvoi dengan sepeda motor menuju kantor pos pusat di Renon. Sayang beribu sayang, pelayanan untuk umum ternyata sudah tutup.

“Eh, itu gerbang sebelah timur masih kebuka. Coba aja masuk yuk, pastinya pak pos masih kerja lah di dalam, sorting surat dan paket untuk dikirim…” kata seorang kawan.

Benar juga, layak untuk dicoba. Maka Adhi diikuti kawan-kawan yang lain dengan cueknya melewati pintu gerbang, lalu celingak-celinguk mencari celah untuk bisa masuk ke gedung. Ketika ada seorang petugas yang menghadang kami, selanjutnya Adhi dengan tampang memelasnya, menceritakan tujuan kami, dan memohon dengan sangat supaya naskah kami bisa di-cap pos hari itu demi memenuhi persyaratan lomba. Entahlah. Apakah karena petugas itu memang baik hati, atau tampang memelas Adhi yang berhasil menghipnotis petugas untuk mengasihani, yang jelas Adhi berhasil meyakinkan petugas untuk memenuhi permintaan kami. Hore!

Malam itu ditutup dengan penuh kegembiraan, melanjutkan konvoi menuju Kumbasari untuk menikmati soto babad, dan Mbok Nyoman. Oh, ya. Sebenarnya Rahayu tidak mau menceritakan isi naskah cerpennya, dan kami tidak diperbolehkan untuk membacanya. Baris kalimat yang saya masukkan ke dalam puisi Insomnia di atas adalah hasil obrolan saya dengan Rahayu di lain waktu, yang pernah mengatakan suatu saat ingin menulis tentang anak gadis penjual canang.

Coba kita keroyokan komen disini

Kalau memang berani, satu lawan satu aja om, jangan maen keroyok….

Ada bagian penting terlewatkan, adhitiana ngambul membanting pintu kelas pindah ke ruangan lain karena terintimidasi tengat waktu ke kumbasari yang sudah semakin malam…
Payu sing ene ke kumbasari?

Masak ada kejadian begitu? Eh, itu artinya bagian yang tidak penting, Jek. Karena kamu masih ingat… kah kah kah?

neh jadi penasaran sama isi cerpennya

*name

*e-mail

web site

leave a comment


 
  • Recent Comments

  • Random Posts

  • Anginers

  • Next Random Story

    Kena.ajian.sirep Anak.muda Lautan Konvoi Adhi.runner.up Suling.bambu.peniru.rindik Malioboro Eksperimen.eksperimen Sekre Maaf.saya.tidak.tahu.perubahan.no.undi Klan Wahyu.gagal.mengkader.wira Wisata Ratna Sucahya.jangan.diajak Keroyokan.cerpen Dispen.nonton.film Angin.biang.demo Paria Antologi.bersyarat Sibang.kaja Kita.pasti.main Sampun.ngopi? Toya.bungkah Tuan.puteri Kisah.kisah.inses Ngetekok.metaluh Nigna Orang.asing.ketiduran Kami.siap.dimana.saja Kebersamaan.&.makanan Bajuku.mana.man?! Tas.campil.club Ciam.si.reuni Pula.suda.mala! Kalian.duduk.di.depan! Sanggar.minum.kopi Marah.turun.di.sawah Lombok.here.we.come The.absurd.gen Woi.ban.bocor Rest.in.peace Yang.masih.sama Granat Di.hadapan.tentara Ketua.menangis Tentang.angin Di.tokopedia Camot.penculik Ada.apa.dengan.kamis Vivi Memuput.rindu