Teater Angin

Berkenalan dengan Angin [1]

Sampai 25 menit sebelum deadline malam ini, aku masih amat sangat kebingungan untuk mulai menulis. Panik. Sempat memutuskan untuk istirahat saja, tidak menulis apapun. Akhirnya, setelah membaca berulang satu per satu Next Random Thursday, aku putuskan untuk flash back ke masa dimana untuk pertama kalinya aku berkenalan dengan Angin.

Waktu itu aku masih kelas 6 SD. Kakakku, Eka Santosa, baru memasuki masa SMA-nya. Dengan mengayuh sepeda ke Smansa Denpasar di tengah himpitan mobil dan motor, dia nampak begitu keren. Menjadi lebih keren lagi, ketika pada suatu malam, dia muncul di layar televisi Sharp hitam putih milik pamanku. TVRI Denpasar malam itu menayangkan sebuah fragmen drama remaja, dan pengisi acaranya adalah anak-anak Angin, salah satunya ada kakakku. Model pertunjukan yang ditampilkan menyerupai lenong, dimana sebuah panggung fragmen dikelilingi penonton, yang penontonnya juga ikut berperan menyemarakkan dan mendukung fragmen. Kakakku hanya muncul sekilas saja, mungkin sekitar 20-an detik, berperan sebagai penonton yang tiba-tiba muncul menawarkan batu-batu kepada pasangan suami istri yang sedang bertengkar. Ceritanya, mungkin saja salah satu dari mereka membutuhkan batu untuk melempari pasangannya masing-masing. Seingatku begitu.

Sebuah memori kecil, yang bagi anak kampung seperti aku sangatlah mempesona. Muncul di televisi, pada waktu itu, adalah sesuatu yang luar biasa keren. Kakakku telah memberikan kesan yang luar biasa tentang dunia drama dan sastra. Mulai saat itu, aku tertarik untuk suatu saat menggelutinya.

OK, cukup dulu malam ini, karena waktu di taskbar laptopku sudah menunjukkan 21:08, saatnya publish postingan ini.