Tanah Septic Tank untuk Hasim
Kisah ini tentang Kardena, cowok angin nomor empat setengah dari angkatanku. Diistilahkan empat setengah, karena si Kardena ini memiliki sedikit sisi feminim. Cowok angin di angkatanku ada empat, plus Kardena jadi empat setengah. Tapi, jujur dari palung jiwa kami yang paling curam, sebenarnya Kardena ini 100% cowok kok.
Dalam Komidi Sebabak di PSR tahun 1996, Kardena berperan sebagai Hasim, calon bapak muda yang istrinya sebentar lagi melahirkan. Tapi karena kegugupannya menanti anak pertama, akhirnya dia merasa telah membunuh seorang bidan kampung. Lalu dia berniat untuk dikubur hidup-hidup karena sangat menyesal.
Eka Sucahya sang sutradara ingin menampilkan Komidi Sebabak yang benar-benar realis. Jadi kita harus menyulap panggung semirip mungkin dengan kuburan. Pohon-pohon kamboja ditanam di setiap sudut panggung. Bahkan bola-bola api juga disiapkan, seakan-akan ada perang leak. (Padahal setting tempat adalah kuburan Islam) Panggung juga harus penuh ditutupi dengan tanah, karena ada adegan dimana Hasim berusaha menggali liang kuburnya sendiri, memandikan dirinya dengan tanah.
Masalahnya adalah, lumayan susah juga nyari tanah. Setelah bergerilya kesana-sini, akhirnya Adhi Tiana berhasil juga mendatangkan berkampil-kampil tanah. Tapi dia bungkam dari mana sumber tanah-tanah tersebut, sampai-sampai ada yang mengira bahwa tanah-tanah itu adalah hasil curian sedikit demi sedikit dari beberapa rumah yang dilewatinya di jalanan. Whatever, yang penting tanah.
Tibalah hari pementasan, dan semua pemain berusaha setotal mungkin. Termasuk Kardena. Adegan mengais tanah, berguling di tanah, bermandi tanah, dia lakoni dengan total. Mantap. Top abis. Dan tidak rugi, karena akhirnya Komidi Sebabak dinobatkan sebagai juara I pementasan terbaik. Kardena sendiri mendapat juara II pemeran pria.
Beberapa hari kemudian, Adhi Tiana menceritakan sebuah rahasia, bahwa tanah yang dipakai pada waktu Komidi Sebabak itu dia dapatkan dari galian septic tank di rumah pamannya.
“Haaa!!! Tanah septic tank?!!! Whoaaa…!” Kardena berteriak-teriak histeris, sambil mengibas-ngibaskan kedua tangannya ke seluruh tubuh.
“Kenapa kamu baru bilang, Dhi? Whoaaa…! Tanah septic tank! Tanah tai! Whoaaa…! Aku mesti mandi kembang ni… aku mesti mandi kembang ni….” Kardena sudah hampir menangis.
“Sorry ya Kardena. Kalau aku bilang dari dulu, bisa jadi kamu ga total mainnya. Bisa jadi kamu ga akan meraih juara II pemeran pria. Bisa jadi Komidi Sebabak ga menang. Sorry ya….” Adhi berusaha menenangkan Kardena dengan gayanya yang super cool.
Kardena, oh Kardena….
Thanks Gungwie, udah mau mampir. Sepertinya Gungwie ini amat sangat bijak sekali….
Hahaha
Entah bagaimana aku melewatkan cerita itu Wir. Yang aku ingat hanyalah karena saat itu aku masih kelas satu aku mendapatkan peran figuran yang kemunculannya menjadi salah satu klimaks di drama itu :
“Kebangkitan pocong dari dalam kubur !!”
Dan akulah pocongnya Hahaha
Eka membiarkan berkreasi dengan make up, dan akhirnya sentuhan Putu Satrya-lah yang menjadikannya “mengerikan”.
Kain kafan asli, wajah dirias tengkorak. Bahkan aku tidak berani ke toilet sendiri takut melihat ada dua orang di kaca
Hahaha
Oh, iya ya… ada adegan pocong nya juga ya. Wah, yang itu aku lupa euy. Adegan pembuka sepertinya ya? Selain siluet Hasim mencekek Ibu Bidan, trus pelemparan bola-bola api, ada juga pocong yang loncat-loncat. Hmm… aku lupa kamu pernah jadi pocong itu. Hiii….
ah.. cuma coVer depan saja… dalamnya siapa yang tau.. 🙂
Kata orang, “Don’t judge book by its cover.”
Kata Imam, “Don’t judge people by his blog.”
Kata Gungwie, “Hayo, sapa yang tau dalemannya Gungwie…?” 🙂
PSR tahun 2002, pertama kalinya dan untuk yang terakhir PSR diadakan di Gedung Natya ISI Denpasar… lantai kayu aku uruk dengan tanah 1 colt… Aku hanya memegang kata2 ketua panitia PSR: “Silahkan eksplorasi panggung ini!”.
Kami memperoleh pementasan terbaik
Di akhir acara, Pak Tumbuh (kepsek) ikut ngepel. Tahun berikutnya hingga sekarang tidak pernah lagi PSR di panggung yang masih menjadi panggung dengan fasilitas terbaik di Bali ini. Alasannya adalah lantai gedung itu rusak dan segera direnovasi tapi tak diizinkan lagi untuk PSR!
Hahaha… anak angin emang paling bisa dalam hal bikin onar. PSR 1996 juga pertama dan terakhir di Ksirarnawa sepertinya. Waktu pembukaan, anak angin menampilkan operet. Panggung Ksirarnawa habis kita guyur pake air. Pas pementasan LDM, panggung habis kita tutupi dengan tanah, plus lempar-lemparan bola api. Panitia dan tukang bersih-bersih kalang kabut. Tahun berikutnya, LDM PSR cuma mendapat tempat di wantilan….
hee-hee tanah septitank berhadiah buat kardena …
Wah, Dhi… kata Wahyu, ternyata itu bukan tanah septic tank, tapi tanah kuburan. Si Barli yang meniupkan isu bahwa itu adalah tanah septic tank, hanya untuk menggoda Kardena.
mungkin bener tanah septic tank Wir. Sebagian tanah dibawa Adhi, sebagian kita ambil di kuburan.
Syukurlah, sebagian tanah itu memang tanah septic tank. Jadi cerita ini tidak terkesan fiksi 100%. Hihihi….
huah.. selalu ada hikmah dibalik seBuah peristiwa..
hahaha