Tendangan Maut
Tokoh utama kisah kali ini adalah Phillips Andrew Fitzgerald Pangemanan, anak angin angkatanku, ibunya kebetulan seorang guru di Smansa. Layaknya Srimulat yang memiliki tokoh pelengkap penderita semacam Bambang Gentolet atau Gogon, begitu juga dulu Phillips diperlakukan oleh beberapa anak angin. Setiap tingkah lakunya selalu dijadikan bahan olok-olok. Paling enak memang, menggunakan Phillips sebagai bahan candaan. [Phillips, melalui tulisan ini, kusampaikan permintaan maaf sedalam-dalamnya, karena pernah memperlakukanmu tidak sewajarnya. Harus kuakui, Phillips adalah salah satu kawan terbaik.]
Berbicara tentang Phillips, yang langsung teringat adalah sisi jiwanya yang ambisius, dengan seribu satu obsesi. Setiap kalimat, kata kerja, atau setiap keinginan terpendamnya, akan selalu diungkapkan dengan diawali “OBSESI”. Obsesi main operet… obsesi pemeran utama… obsesi wanita… obsesi punya pacar…. Dan obsesi terbesarnya yang tidak pernah kesampaian adalah, “Obsesi Ketua Teater Angin!”
Selain itu, Phillips adalah hantu, yang berkeliaran pada jam istirahat di semua kelas yang ada di Smansa, tebar pesona kepada setiap keindahan wanita. Hasil pengembaraannya ini adalah, pada akhirnya, setelah hampir tiga tahun, dia berhasil menemukan seorang wanita yang cukup bodoh untuk mau-maunya dijadikan pacar oleh Phillips. Tapi, hanya dalam waktu satu minggu, wanita ini mendadak menjadi sangat pintar, dengan mengambil keputusan untuk bubaran dengan Phillips. Hehehe… Phillips, maafkan bahasaku yang terlalu meng-under-estimate. Tapi harus diakui, keberhasilan Phillips dalam menggaet wanita ini, walaupun hanya satu minggu, memang jauh di atas cowok-cowok angkatanku, terbukti dengan ketidakberhasilan Kwarto BMW [sebutan untuk Barli, Adhi, Ardita, dan Wira] mendapatkan pacar sampai tamat SMA!
Phillips juga lumayan jago main gitar. Tapi jangan pernah memintanya untuk memainkan sebuah lagu, karena dia akan berubah menjadi sosok yang sok bodoh, “Hah? Lagu apa? Aku ndak bisa. Ndak bisa main gitar….” Biarkan saja dia sepi menyendiri dengan gitarnya, maka lantunan gitar akan mengalun dengan merdu, Phillips show-off. Untuk para wanita, khusus para wanita, sekali lagi hanya wanita, yang ingin dielus jemarinya oleh Phillips, [Oh my God! Really?] silahkan minta diajari main gitar… 🙂
Ah, cukup sudah prolognya, sebelum menjadi lebih panjang dari cerita utama. Kisah ini adalah kejadian pada waktu latihan persiapan PSR tahun 1995, anak-anak kelas 1 termasuk Phillips, memainkan Kisah Cinta dan Lain-lain, diarahkan oleh Phalayasa. Tidak seperti biasanya, sore itu kita latihan di lapangan voli. Sekalian Phala ingin menguji mental pemain di depan anak-anak yang berseliweran, karena lapangan voli lebih terbuka dibandingkan lapangan bulutangkis, tempat latihan biasa.
Dengan properti seadanya, bangku dan beberapa kursi, kita latihan bloking disertai dialog. Pada suatu momen, ketika adegan Phillips sedang duduk di bangku panjang, tiba-tiba saja dari pojok jauh barat selatan, seorang anak kelas 2 IPS berlari menuju kerumunan kita, dan, DHIERRR! Sebuah tendangan dari kaki anak 2 IPS tadi sudah mendarat telak di pipi Phillips! Hening. Tiba-tiba sunyi, semua diam. Heran, bingung, takut. Ada apa ini? Dengan santainya si anak 2 IPS berjalan kembali ke tempatnya semula, gerombolan kawan-kawannya yang lain.
“OK. Kalian tenang semua. Aku akan coba bicara dengan anak tadi.” Phala yang merasa bertanggung jawab terhadap kelancaran latihan mencoba mencairkan suasana. Ketika Phala sedang mencari penjelasan kepada si penendang, kasak-kusuk anak angin sambil berbisik.
“Kenapa ya kira-kira?”
“Ah, mungkin dia terganggu dengan keributan kita….” seseorang beranalisa.
“Bisa jadi dia tersinggung, karena dialog si Phillips tadi adalah, ‘Bangsat!’ Mungkin dia mengira Phillips berteriak kepadanya….” kawan yang lain berargumen.
“Menurut aku, dia dendam sama ibunya Phillips, lalu melampiaskan ke anaknya….” pendapat lainnya, yang cukup masuk akal.
Phala kembali, hanya dengan komentar, “OK. Kita lanjutkan latihan. Ini hanya salah paham.”
Kita tidak pernah tahu kenapa insiden itu bisa terjadi. Yang jelas, keesokan harinya, tersiar kabar kalau si penendang sudah meminta maaf melalui ibunya Phillips, mungkin takut terlibat masalah lebih lanjut.
Bagian yang paling aku suka dari cerita ini sebenarnya adalah bagian yang tidak melibatkan Phillips, tapi bagian yang melibatkan Kardena sebagai pemeran pembantu. Beberapa saat setelah insiden penendangan, si Kardena ribut-ribut sambil hampir menangis, “Huuh… sandalku… sandal swallowku… dia tuker sandalnya yang jelek dengan sandal swallowku yang bagus… padahal tadi baru saja aku cuci pake rinso… hu… hu… hu….” Hehehe… sempet-sempetnya si penendang nuker sandal. Tapi yang diambil kok sandal jepit ya. Dan Kardena, begitu sedihnya kehilangan sandal jepit itu. Dalam benaknya, “Kalau saja tahu sandalku bakalan ditukar, ndak akan capek-capek tadi aku cuci pake rinso….” 😀
Wah, senasib kita Jer…. Tapi yang penting, sekarang kan sudah punya pacar toh? Atau malah calon istri? 😉
aku pikir insiden tendangan maut yang mana……ternyata yang philips. ada juga insiden lain, di rumahku, kalau gak salah bagas vs iswahyudi.
Klo Bagas vs Iswahyudi, bukan tendangan maut. Tapi ucapan maut, “Aku potong nanti kon*** mu!!!” 😀
wah, kata Bli Pala, kejadian nyatanya lebih seru,,,
hehehe
Bukan cuma seru, tapi mencekammm… hororrr….
wak, lebih seram dari film seram ala Indo?
hehe 🙂
Wah, film seram ala Indo tu yang kayak gimana ya? Ndak ngerti…. 😀
Ini philips yang pernah sekolah di smpk kah? Kalo iya boleh dapat kontaknya? FB, telp dsj. Thank you
Coba klik ini om, mudah-mudahan benar yang dimaksud….
wah kaya trio BMW nih. sy jg mpe tamat sma ga punya pacar, klo kata seorang kawan, sy konon “ga ada tampang pacaran” hahah mungkin hanya tampang playgroup ya huehehe
wuih, brutal jg tendangannya. tp bis nendang langsung lari gt mana nukar sendal pula. sakit jiwa,hahah sy dukung bli philip!^^