Pakai Bahasa Indonesia, Nek!
Selain sibuk di Teater Angin, Mahabudhi juga aktif di KPA Mandala Giri serta mengikuti ekstra Pramuka. Mungkin ini yang menyebabkan dia kerap pulang larut malam, bahkan menjelang pagi. Tidak dimarah orang tua? Kan sudah diceritakan sebelumnya, Bapak dan Ibu Mahabudhi merantau ke Dumai, sementara Mahabudhi tinggal bersama neneknya. Lalu neneknya tidak marah? Larut malam tentu Nenek sudah tidur, atau setidaknya sudah masuk ke kamar tidur.
Suatu ketika, Mahabudi mengendap-endap di tengah malam, mencoba memasuki rumah dengan diam-diam. Lalu dia mendengar seperti ada suara orang menangis. Rumah Mahabudhi memang agak seram. Di sekeliling rumahnya adalah tegalan yang relatif gelap. Apakah Mahabudhi lalu ketakutan, mengira ada hantu di rumahnya? Tentu tidak. Bahkan dia pernah menaruh pocong-pocongan sisa pelantikan KPA, di antara pohon-pohon pisang di halaman rumahnya.
Pikiran logis Mahabudhi langsung mengantarnya menuju kamar Nenek. Karena beliau satu-satunya penghuni rumah, penghuni dalam arti sebenarnya. Benar saja. Suara tangisan yang dia dengar berasal dari neneknya. Nenek menangis sesenggukan, atau mungkin hanya berpura-pura. Tidak sekedar menangis, Nenek menggenggam parang, ditaruhnya di atas dada. Dugaan Mahabudhi, itu adalah mekanisme pertahanan dari Nenek kalau-kalau ada perampok masuk rumah. Pertama, dia berharap belas kasihan dari perampok dengan cara menangis. Kedua, jika perampok masih tega menyerang Nenek, maka jangan macam-macam. Parang melayang!
Suatu ketika yang lain, beberapa anak Angin menyerbu rumah Mahabudhi, yang juga kerap dipanggil Nyoman. Kebetulan Nenek memasak pisang goreng, lalu beliau mencoba memberi tahu Nyoman agar menawarkan pisang goreng itu kepada teman-temannya.
“Man, baang nake timpale gegodoh,” kata Nenek dalam bahasa Bali.
“Pakai bahasa Indonesia lah, Nek! Aku kan ndak ngerti bahasa Bali!” tanpa diduga Mahabudi berteriak kepada neneknya.
“Itu ada pisang goreng, Man. Kasih ke teman-temanmu ya,” ulang Nenek dalam bahasa Indonesia.
“Enak aja! Aku belum sempat makan, kok udah dikasih ke temen,” gerutu Mahabudhi sekenanya.
Mungkin, kalimat terakhir dari Mahabudhi di atas, menyiratkan dia adalah orang yang pelit. Tidak, kok. Nyoman yang kini adalah pengusaha dupa, kerap kali membagi-bagi dupa kepada teman-temannya dalam beberapa acara ngumpul-ngumpul. Kurang bares apa, coba! Tahu artinya bares kan? Kalau tidak tahu, boleh tanya langsung ke Nyoman. Sekarang dia sudah mahir berbahasa Bali.
Nah, cukup sudah. Tulisan kali ini saya akhiri dengan promosi dupapedia saja, perusahaan dupa punya Nyoman. Silahkan telusuri link di atas, katanya lagi nyari sales dengan gaji menggiurkan. Yuk, langsung cus. Hidupkan dupa, nyalakan bahagia.
budi : baik
maha : besar
mahabudi : besar dan baik
Hehe…untuk kedua kalinya.