Interpretasi tentang Tentang Angin
angin yang bergoyang di rerumputan masih sesegar dulu ketika ditiupkan leluhurku peri mungil dan camar kecil datang dan pergi meninggalkan potret ceria remaja mereka bersama bait puisi ada tawa saat kau terlena ada tangis dalam ketiadaanmu melebur dalam nafasmu dan selalu ingin bercerita tetaplah berhembus anginku kepakkan sayap camar-camar kecilmu teruslah bertiup anginku alunkan nyanyian peri mungilmu dan kabarkan pada langit tentang cinta mereka tentang suka-duka cita mereka
Menurut yang saya dengar, yang tertulis di atas itu bukanlah puisi. Itu memang diniatkan untuk menjadi sebuah lagu, dibuat oleh Doel Suryawan, bersama kawan-kawannya alumni 2002, berjudul Tentang Angin. Lagu itu sampai saat ini menjadi semacam lagu kebangsaan buat anak-anak Angin.
Dalam penelusuran saya, tercatat ada tiga versi Tentang Angin di internet. Versi pertama (durasi 7 menit 5 detik) adalah versi rekaman album Tentang Angin yang launching sekitar tahun 2004. Versi kedua (durasi 7 menit 12 detik) adalah versi rekaman album Tentang Angin 2 yang launching pada April 2010. Sedangkan versi ketiga (durasi 2 menit 32 detik) adalah versi reuni dari Komunitas Patah Hati (KPH), yang sepertinya dibuat pada masa-masa lockdown Covid-19 tahun 2021. Versi ketiga ini sepertinya dibuat oleh sebagian besar kru versi pertama, kecuali untuk lead vocal versi pertama yaitu Yodie yang bukan anak KPH.
Versi pertama dibuka dengan tiga ketukan (sepertinya ketipung), lalu biola, lalu gitar, lalu terdengar suara-suara bercanda-ria di background. Versi kedua langsung dibuka dengan instrumen biola dan gitar, tanpa background suara-suara bercanda-ria. Sedangkan versi ketiga dibuka dengan dua ketukan gitar, lalu senandung na-na-na diiringi instrumen gitar.
Untuk mempermudah ilustrasi selanjutnya, lagu Tentang Angin ini akan saya bagi menjadi 5 bagian, dimana masing-masing bagian berisi 2 baris. Bagian 1 adalah baris 1 dan 2, bagian 2 adalah baris 3 dan 4, dan seterusnya. Pada versi pertama dan kedua, senandung na-na-na baru masuk setelah bagian 1 menuju bagian 2. Alur bagian dari versi pertama dan kedua sama yaitu 1-2-3-4-5-2-3-4-4-4-5, sedangkan versi ketiga hanya 1-2-3-4-5 sehingga durasinya jauh lebih pendek.
Saya menemukan perbedaan lirik antara versi pertama, kedua, dan ketiga. Yang tertulis di atas adalah lirik untuk versi pertama. Versi kedua berbeda di baris terakhir, liriknya menjadi tentang suka-duka cinta mereka. Saya lebih sepakat untuk menggunakan lirik versi pertama, karena kata cinta sudah muncul di baris sebelumnya. Sedangkan versi ketiga berbeda pada bagian 4, khususnya baris 8. Anak-anak KPH menyanyikannya dengan teruslah berhembus anginku alunkan nyanyian peri mungilmu, padahal kata berhembus sudah muncul di baris 7. Mungkin anak-anak KPH kompakan lupa lirik.
Yang menarik bagi saya pada versi pertama dan kedua adalah perbedaan antara bagian 3-4 awal dengan bagian 3-4 berikutnya. Bagian 3-4 awal dibuat dengan warna yang cenderung ceria, sepertinya untuk mengakomodir lirik ada tawa saat kau terlena. Sedangkan bagian 3-4 berikutnya dibuat dengan lebih sendu, haru, cenderung sedih, sepertinya untuk mengakomodir lirik ada tangis dalam ketiadaanmu. Versi ketiga tidak ditemukan demikian, karena bagian 3-4 hanya muncul sekali. Namun, yang membuat saya takjub adalah versi ketiga dibuat dengan penggabungan masing-masing personil yang menyanyi pada jarak jauh.
Lho, kok tulisan ini sudah sepanjang ini. Semula saya niatkan untuk membedah dan menginterpretasikan lagu ini untuk setiap barisnya. Namun karena sudah cukup panjang, jadi kita cukupkan saja untuk sementara ya. Semoga bisa dilanjutkan pada tulisan berikutnya.
Saya selalu percaya, pemaknaan terhadap sebuah puisi sangat subjektif, karena puisi adalah soal rasa dan emosi, entah sekelebat atau tumpah ruah, entah menggugah secara indah atau pedih.
Terlepas dari apakah lirik puisi itu mengandung keindahan kata-kata hasil proses kreatif penulisnya, setelah ia dibaca, maka penulis-sebagai identitas maupun penulis-sebagai individu luluh lebur dalam karyanya.
Terlepas dari bagaimana latar-behind the scenes- puisi itu “jadi”, maka penulis tak lagi bisa mempengaruhi emosi siapapun yang membaca, terutama karena setiap pembaca akan mendapat pengalaman paling pribadi tepat saat satu karya selesai diselami.
Puisi Tentang Angin, yang melegenda selama saya di TA banyak memiliki sisi cerita di balik proses kreatifnya. Tanpa disadari, penulisnya jadi semacam kultus, tak terjamah, tak tergapai. Tentu ini tak bermakna negatif. Karena kami-dulu-memang tidak pernah membuat suatu kegiatan diskusi kreatif di balik proses kreatif pembuatan karya sastra yang menjadi “anthem” kami selama di TA, termasuk muspus (musikalisasi puisi) Tentang Angin, maupun Insomnia.
Puisi ini-saya lebih suka menyebutnya demikian, walau ada yang tak sepakat- seperti soundtrack masa SMA saya, kadang pedih, kadang bahagia, seperti never ending journey yang manis dikenang tidak untuk diulang.
Seperti halnya soundtrack, puisi ini selalu menyimpan memori betapa luar biasanya masa SMA, betapa indah dan tak mudanya menjadi remaja. Betapa manis pahitnya cinta, betapa gairahnya masa muda.
Dan puisi Tentang Angin yang digubah indah lewat musiknya, telah menjadi satu bagian penting masa remaja saya, seperti kompilasi yang abadi dalam memori.
Seperti biasa, kalau ramai akan lanjut ke PART 2. Ayo komen yang banyak.