Doa Lingkaran
Perhatian: (update 18 Maret 2010)
Kepada kawan-kawan yang kebetulan mampir dan membaca postingan mengenai Doa Lingkaran ini, lalu ingin berpartisipasi dalam bentuk komentar, diharapkan untuk membaca dengan teliti seluruh tulisan ini secara utuh, termasuk membaca detail satu per satu komentar-komentar sebelumnya, untuk menghindari kesalah-pahaman maupun prasangka dan pelencengan dari fokus tulisan. Jika ada pertanyaan/pernyataan, bagian-bagian yang belum kawan-kawan pahami dengan benar, yang ingin diungkapkan secara pribadi, silahkan menghubungi penulis di tello108[at]gmail[dot]com
Kita ini milik Tuhan
Selamanya mengabdi hanya kepada Tuhan
Kita tak ingin yang berlebihan
Sebab yang berlebihan akan kita kembalikan kepada Tuhan
Kita percaya pada jalannya alam dan kehidupan
Demi Tuhan yang memberi kita kekuatan
Kita sanggup untuk melaksanakannya
Kurang lebih seperti itu. Dan, sepertinya rangkaian kata-kata di atas mirip banget sama yang ada di sini… 😉 Hehe… sebelum saya membahas tentang doa lingkaran di atas, ijinkan saya sedikit menggeliat, lalu berteriak kencang, melepaskan semua beban di pundak, “TEATER ANGIN DOT COM mencoba untuk TELAH KEMBALIII!” OK, pada hitungan ke-3, bersama-sama, mari kita ucapkan angin dengan lirih… satuuu… duaaa… tigaaa… aaangiiinnn….
Sekali lagi, sebelum saya membahas tentang doa lingkaran di atas, ijinkan saya sedikit menyampaikan kata-kata sambutan, berkaitan dengan kembalinya teaterangin dot com dari tidur panjang, selama lebih dari enam bulan. Awalnya saya tidak merencanakan untuk tidur sekian lama. Tapi apa mau dikata, seperti prediksi-prediksi sebelumnya, tingkat kejenuhan saya mencapai puncaknya. Maka, dengan terpaksa saya harus mengenyampingkan tagline blog ini, “Setidaknya setiap Kamis, jam sembilan malam, lewat delapan menit, akan selalu ada kisah baru…” Hehe… rasanya sudah seribu Kamis terlewati tanpa kisah baru.
Lalu saya teringat, nanti, sekitar satu bulan ke depan, saya harus menyiapkan $9 untuk memperpanjang domain teaterangin dot com ini. Sungguh, saya sungguh merasa berdosa kepada Suka Ada, yang telah memberikan rumah gratis untuk domain ini, termasuk berdonasi $9 untuk tahun pertama, yang akan berakhir nanti tanggal 19 Januari 2010. Merasa sangat berdosa malah, karena ternyata $9 itu hanya terpakai tidak lebih dari lima bulan, dari quota 12 bulan yang tersedia. Maka, sejak beberapa minggu yang lalu sebenarnya sudah saya niatkan untuk sekedar kembali menulis. Ide sangat banyak, tapi kok malah bingung sendiri.
Nah, bermula sekedar iseng berkunjung ke group Teater Angin di Facebook, lalu menemukan wall post ini dari Alfonsus D. Johannes, yang menanyakan tentang doa lingkaran. Pada salah satu comment di sana, Gungbo (Gede Wahyu Prasetya) malah memberikan referensi untuk membaca teaterangin dot com, untuk “mencoba” mengetahui lebih lanjut tentang doa lingkaran. Lho? Seingat saya, belum pernah dibahas tentang doa lingkaran di sini. Jadi, supaya Gungbo tidak salah memberikan referensi, tidak ada salahnya saya sedikit bercerita tentang doa lingkaran, dari sudut ingatan otak saya yang sudah mulai aus.
Jauh sebelum doa lingkaran dengan rangkaian kata-kata di atas dipergunakan oleh anak-anak angin, kita sudah memiliki sebuah tradisi doa untuk memulai dan mengakhiri kegiatan. Duduk melingkar, tangan disilang di depan, kanan di atas yang kiri, masing-masing memegang tangan kawan di sebelah kanan kiri, membentuk sebuah siklus tanpa awal tanpa akhir. Dan catat, anak angin melakukan hal ini tidak kurang dari satu jam dalam durasi latihan yang tidak lebih dari dua setengah jam. Wow, betapa religiusnya anak angin! 😉 Tapi jangan salah, religius tidaknya anak angin tidak bisa ditakar dari panjang pendeknya waktu melakukan ritual doa. Karena, hitungannya begini. Jadwal latihan biasanya dimulai jam empat sore. Paling untung, jam setengah lima baru mulai membentuk lingkaran, kadang bisa molor sampai jam lima. Tergantung jumlah anggota yang datang. Nah, dalam lingkaran ini, kita ngocol, ketawa, saling ejek, ngoceh ndak jelas, pokoknya dengan tujuan memperlambat mulai berdoa. Apalagi kalau yang mimpin doa kebagian megang tangan halus anak angin yang paling cantik. Kesempatan, kapan lagi? Anggaplah ritual ini berlangsung setengah jam. Lalu satu jam berikutnya barulah latihan. Setelah itu, ya membentuk lingkaran lagi. Ngocol lagi. Ketawa lagi. Saling ejek lagi. Ngoceh ndak jelas lagi. Memanfaatkan kesempatan berlama-lama megang tangan halus anak angin yang paling cantik lagi, sampai sekitar setengah jam lagi, atau sampai ada suara cewek lain yang merajuk, sok ngambek, minta doanya dipercepat, karena dia harus segera pulang, sudah ditunggu mama tercinta. [Tapi sulit dibedakan, apakah cewek itu merajuk karena memang benar-benar harus segera pulang, atau karena cemburu, ndak ada cowok yang megang tangan halusnya…] 😀 Biasanya doa ini akan diakhiri dengan komando, “Pada hitungan ke-3, teriak angin yang keras… satuuu… duaaa… tigaaa… AAANGIIINNN!!!”
Begitulah. Sampai akhirnya seorang bernama Abang membawa sebuah alternatif doa lingkaran. Abang ini, waktu itu, sekitar tahun 1995/1996/1997 adalah seorang mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Udayana seangkatan Jengki, yang kebetulan mendalami dunia teater. Abang sepertinya memiliki ikatan emosional dengan Angin, karena pada sekitar tahun 1992/1993, ketika masih bersekolah di Lombok, sempat berkunjung ke Bali dan pentas di panggungnya anak-anak angin. Abang-lah yang memperkenalkan kepada anak angin doa lingkaran yang disertai dengan rangkaian kata-kata di atas, sekitar tahun 1996/1997. Pemimpin doa akan mengucapkan baris demi baris doa ini, dan peserta yang melingkar wajib untuk mengikutinya. Entah sumbernya dari mana, tapi sebagian besar anak angin menyukai model doa lingkaran ini.
Ternyata doa lingkaran ini masih dipergunakan oleh anak angin sampai sekarang. Tapi, bukan hanya anak angin yang mempergunakannya. Anak-anak Teater Tiga Trisma juga. Bahkan, kabarnya, [mudah-mudahan kabar ini ndak bener] beberapa waktu yang lalu, mungkin tidak lebih dari setahun dua tahun yang lalu, terjadi sedikit gesekan antara oknum angin dengan oknum Teater Tiga. Mereka saling klaim, bahwa doa lingkaran itu adalah milik masing-masing. Kalau memang benar pernah terjadi ngotot-ngototan seperti itu, saya sungguh menyesal. Di atas panggung kita boleh bersaing, tapi hendaknya di bawah panggung tetap menjaga persaudaraan. [Hehe… mendadak sok bijaksana…] Lagipula, asal muasal doa lingkaran boleh dibilang tidak jelas. Titik terangnya, ada yang mengatakan, bahwa doa lingkaran ini dipopulerkan oleh Bengkel Teater-nya WS Rendra. Jadi, kalau memang diijinkan oleh Bengkel Teater, sebenarnya siapa pun boleh menggunakannya kan?
Okelah kalau begitu, mari kita akhiri saja kisah tentang doa lingkaran ini, dengan memanjatkan doa lingkaran. Tapi eittt… stop! Sssttt… jangan bilang-bilang ya! Sebenernya saya salah satu anak angin, kalau tidak boleh dibilang satu-satunya, yang tidak begitu antusias melafalkan doa lingkaran. Setidaknya tidak seantusias Gantet atau Ardita lah. Saya amat sangat jarang, kalau tidak boleh dibilang tidak pernah, ikut serta menirukan baris demi baris doa lingkaran. Jadi, mari kita membentuk lingkaran, silahkan seseorang memimpin, yang jelas jangan saya, ucapkan baris demi baris doa lingkaran, yang lain silahkan mengikuti, tentunya tidak termasuk saya, karena saya cukup mendengarkan saja. Bagian saya, bolehlah hanya mengucapkan angin dengan lirih… aaangiiinnn….
berita selisih pendapat sama Teater Tiga tu memang bener, tapi Angin gak mempermasalahkan. Jadi, gini dialognya (seingatku, diceritakan angkatan 2009):
TTT: (ke depan sekre Angin) wey, Angin! kami yang punya doa lingkaran! sudah tiga puluh tahun!
TAS: angkatan ke berapa?
TTT: tiga puluh.
TAS: aku udah angkatan ke-43 nih, gmana?
TTT: (malu, keluar Smansa)
wir, khe harus ngasi aku bintang Teater Angin, atas jasaku memberikan inspirasi kepadamu menulis ini 😛
wahh.. kamu pinter buat naskah ya..
pantes juara terus..
salut2…
waduh…..
gitu ceritanya yang diceritakan. aku ya dengerin.
wahh…..
cuman denger ceritanya dari satu pihak gitu doang langsun di masukin…
apa gak mau denger cerita dari pihak teater tiga dulu tu…..?
Nah, kalau begitu, ada dari pihak Teater Tiga yang mau cerita soal ini ndak? Supaya referensi kita lebih valid. Rara ini dari mana, kalau boleh tahu? Salam hangat… 😉
nah! keto nae!
cerita nae sekarang! 😀
ci asal komen gen gungbo! luung siep je lamun sing nawang ape.
@beni : sorry ben , salah paham ja nih.
@wira : nah kalo kya gini kan jelas mas wira, ini versinya TA , mungkin versi yg lain berbeda
ketinggalan berita ci kam. sek sek
wow, jadi ini toh asal usulnya…
hore namaku disebut haha
santai gen Lo, hiatus itu sudah fenomena blog
jadi selamat datang lah kembali.
sampun ngupi? hehe
sing ada kupi, kangguang teh.
wah.. terima kasih penjelasannya bung wira…
kalo menurutku doa lingkaran kan doa, jadi sebaiknya didoakan dengan khidmat,
jangan diperebutkan atau dieksklusifkan
karena kita ini milik Tuhan.
Amin.
Angin.
weh akhirnya kembali jg si anak hilang. Akhirnya bisa ketawa lg. Dlm hit.ketiga teriak angin sambil ketawa, angin he…he…(smoga gak ada Mbak Darma biar gak kelamaan ketawa nanti) peace Mbak. @_@
Woyyy akhirnya nak sengkidu eh ulakan ne nongol buin. Doa lingkaran? Mmm…..Dulu aq emang cukup antusias merapalkan dan memimpin doa yg satu ini. Gagah gen je kynya. Mngenai saling klaim,sy mah ga stuju. Masak doa diklaim. Mending ce jegeg hehe. Tp di luar itu,skrg sy malah ga stuju angin pake doa itu.Biarlah sprti dulu. Doa biasa,yg kadang2 dselingi ckikikan dari ce yg tlapak tangannya dikitik2 slama doa. Tp Tuhan pasti tau,qta doa serius walau dselingi kitik2 tangan ce halus HAHAHAHAHA
Woyyy akhirnya nak sengkidu eh ulakan ne nongol buin. Doa lingkaran? Mmm…..Dulu aq emang cukup antusias merapalkan dan memimpin doa yg satu ini. Gagah gen je kynya. Mngenai saling klaim,sy mah ga stuju. Masak doa diklaim. Mending ce jegeg hehe. Tp di luar itu,skrg sy malah ga stuju angin pake doa itu.Biarlah ky dulu aja,doa biasa aja,dselingi ckikikan (entah dari yg megang ato yg tangannya dpegang) hehe.Tp Tuhan tau,qta serius doa walopun ngitikin tlapak tangan ce di samping qta hahaha
Ato mungkin dprbolehkan ikut berpartisisapi dalam $9 nya?
OK, Tet! Deal! Untuk periode 19 Januari 2010 s.d. 19 Januari 2011, Gantet akan menjadi donatur untuk ngongkosi domain teaterangin.com sebesar $9. Mengenai detail cara pembayarannya, silahkan menghubungi Suka Ada. Untuk tahun-tahun berikutnya, kawan-kawan yang lain dipersilahkan menjadi donatur secara bergiliran. Hehehe… 😉
ohh.. jd gitu ya?
aku baru tauu…
yaa.. kalo suka sama doanya pake aja deh…
Oh,doanya sampai diperebutkan ya?
Gpp deh kalo Teater Tiga mau minta & g bs kreatif dikasi aja,he..
Saya setengah setuju dngan usul gantet (sori Tet setujunya cuma setengah), yang jelas apapun masalahnya, angin harus tetap sesuai dengan jati dirinya, asyik, kreatif, bersaudara dan saling mendukung.
Itu yang saya pelajari sejak dulu.
He.he.. sori pke B.Indonesia, be makelo sing ngomong bali. Hidup Angin…!
Tello,Pdhal mksudnya waktu blg aq ikut nyumbang, aq brharap kau akan blg, “gak usah tet,makasih. Aq kok yg akan byr slamanya” HUAHAHAHAHA. Nah nah,siap bos! Sukada manusia sjuta obsesi,ken2 carane mayah? Wesel pos ngidang?
[Cuma mau ngetes plugin baru, bisa reply comment euy…]
OK Tet, kalau kamu memang mau berdonasi untuk selamanya, terima kasih. Hehe… ketawa licik ne…
eh sejuta obsesi? julukan darimana itu?
obsesiku hanya satu: mencapai sejuta obsesi
hahaha
ok donasi harap dikumpulkan di Tello
nanti kita belikan nasi
Ngumpulin di kamu kone, lo.
Ajaka beliang yeh pucih & sayuh.
Btw, pangeran api dimana ni ? jeg ngilang
bro, bahas MAS dong.
met datang kembali lo…$9 US ato &9 SIN ato Dollar Bali…..?
dolar petruk ahaha
wir, bahas konsentrasi.
Ayo lo, udah semangat bayar $9 ne !!! Bayar kija ne ? Yg gambarnya washington ato mangku pastika ?
Aku ikut iuran……
Bgtu sunyi. Aq bisa mendengar helaan nafas angin
ohh… jadi gitu toh sejarahnya..
aku baru tau..
ya kalo suka sama doanya pake aja deh…
buat benny teater tiga: Sebenarnya ini bukan masalah siapa meniru siapa, tapi masalah kreativitas saja.
Aku yakin kalau anak2 Angin tau bahwa doa lingkaran juga dipakai di teater tiga, mereka pasti nyari puisi lain untuk ritual doa mereka. bukan apa-apa, gak kreatif saja, jika ada dua kelompok teater yang punya ritual doa yang sama, ya kan?
Jadi, bukan siapa yang meniru siapa, tapi siapa yang lebih kreatif dari siapa. Yang menemukan ritual doa baru dan tidak lagi menggunakan doa lingkaran, pastilah yang lebih kreatif.
Ya intinya sama-sama meniru dari karya orang lain,..
(saya bkn dri TTT atw TA)…
yang punya aja ga sewot n ga’ ikut ngeributin ini semua,…
selamat berdebat aja dah,…debat yang percuma buat di bahas dan tidak penting untuk mempertahankan pendapat masing-masing yang sebelumnya kalian juga tidak tau yang sebenarnya,..
dan saya juga ga tau sapa yang salah dan benar,yang aku tau kalian menganggap diri kalian sendiri yang benar…trs sapa yang salah??
kalau saya tanya ke TA pasti inti jawabannya”Ya pasti yang salah TTT”,..kalau saya tanya dari pihak TTT”mana mungkin kita salah,pasti TA yang salah.”
swear,percuma banget di pikir panjang hal yang tidak penting kaya’ gini..
udahlah,ga’ usah ngurusin ni karya patut di pake’ sapa dan untuk sapa,tp pikirin untuk selalu berkarya dan bersaing secara jujur untuk mewujudkan suatu hasil yang sempurna dan untuk menunjukan sapa yang pantas untuk dihormati atas hasil karyanya dan kekreatiftasnya…
daripada kayak gini malah bikin masalah aja,..tanya buyut kalian(TTT n TA) sapa yang benar,jangan memegang teguh pendapat sendiri…
Thanks buat Ryl yang bukan anak angin atau TTT atas kunjungan dan komentar panjangnya.
Pertama, sepertinya memang benar apa yang Ryl sebutkan, bahwa Doa Lingkaran yang diperagakan oleh anak-anak angin dan TTT adalah meniru.
Kedua, saya sepakat dengan Wahyu, bahwa masalahnya adalah bukan siapa meniru siapa. Masalahnya memang masalah kreativitas. Wahyu juga berpendapat bahwa siapa pun di antara anak-anak angin atau TTT yang bisa menemukan ritual doa baru, pastilah mereka yang lebih kreatif.
Nah, karena sampai saat ini sepertinya anak-anak angin dan TTT masih menggunakan Doa Lingkaran, berarti mereka sama-sama tidak kreatif (dalam hal menemukan ritual doa baru). Jadi, sesama anak-anak yang tidak kreatif, wahai angin dan TTT, dilarang saling merasa lebih kreatif… hehehe… 😉
Berikutnya…
Mmm… kapan2 aja deh saya lanjutkan, saya masih capek habis begadang di tempat orang nikah. Tidur jauh lebih nyaman untuk saat ini. 😉
Buat Ryl, salam kenal yang hangat + jabat erat… 😉
Benar sekali apa yang dikatakan Wira,kalau kalian ingin dikatakan kreatif,atau lebih kreatif dari yang lainnya,buatlah doa sendiri,itu baru bisa dikatakan kreatif.
kalau meniru sapa saja boleh,dan sapa yang duluan”meniru”itu gak masalah/tidak berarti apa-apa,dan bukan berarti yang meniru duluan/yang paling pertama meniru doa lingkaran itu sudah di katakan kreatif,yang namanya”niru”karya orang lain itu ya “TIDAK KREATIF”.
Buat Wira, salam kenal juga. 😉
huhuhu,,. CAPEEEE DEEEE,,. 🙁
Ini masalah kreativitas ya???
apa sih arti “lebih kreatif” menurut ada??? kawanku yang terhormat???
rekan TAS?????
Hehe… kok jadi semakin seru ya? Ikutan comment ah… Sebelumnya, buat Benny dan Dudung, thanks sudah mampir.
Awalnya, saya menulis tentang Doa Lingkaran ini tidak bermaksud untuk menciptakan sebuah polemik. Tujuannya hanya ingin menceritakan apa yang saya tahu saja. Jika ternyata ada pihak-pihak yang merasa tidak enak hati, saya pribadi mohon maaf banget.
Khusus buat Dudung, tenang kawan. Pertanyaan “apa sih arti lebih kreatif menurut Anda” sebaiknya tidak ditujukan kepada anak Angin, tetapi kepada Wahyu saja. Setahu saya, Wahyu itu tidak mewakili anak-anak Angin. Bukan begitu Wahyu? 😉 Thanks.
Buat Dudung,
Lebih kreatif artinya imajinasinya lebih kaya, teknik berkeseniannya lebih matang, pemahamannya akan filosofi dan nilai-nilai seni –dan kebudayaan dalam arti lebih luas– lebih dalam…
Semua kualitas itu membuat sebuah komunitas kesenian lebih kreatif…
Setahu saya Teater Angin lebih kreatif dibanding Teater Tiga. Ini mungkin didorong oleh iklim kebebasan yang lebih terjaga di SMA 1 Denpasar. Tapi tentu saja ini pendapat subjektif saya.
buat wira, oh iya,,. maaf sebelumnya. saya ralat saja biar anda senang. pertanyaannya saya tujukan untuk saudara wahyu yang terhormat. piiisss 🙂
buat saudara wahyu yang terhormat, saudara sudah merasa imajinasinya lebih kaya, teknik berkeseniannya lebih matang, pemahamannya akan filosofi dan nilai-nilai seni –dan kebudayaan dalam arti lebih luas– lebih dalam yaa????
wahh,, hebat sekali,,. saya jadi ingin belajar lebih dari anda.
ohya soal pendapat subjektif anda… tidak salah memang. tapi penyampaiannya ga usah gamblang githuu napeee??????????????????????????????
SOMBONG!
Hihi… semakin panasss… perlu kipas angin nih… 😉 Tapi saya berharap, semoga panasnya hanya terasa di dunia maya saja, sedangkan di dunia nyata kita tetap berjabat tangan.
Btw, Dudung, saya sempet senyum-senyum baca kalimat Dudung yang ini, “Saya ralat saja biar Anda senang…” 🙂 Tanpa Dudung bilang begitu pun, sebenernya saya sudah seneng banget, mendapati kenyataan bahwa Benny, Dudung, bahkan mungkin kawan-kawan TTT yang lain sudah bersedia mampir ke sini, memberikan comment, meramaikan. Semoga tali silaturahmi ini tetap terjaga dengan baik. Thanks alot ya, jangan pernah kapok-kapok berkunjung ke sini lagi.
Mengenai diskusi Dudung dengan Wahyu Dhyatmika, silahkan dilanjutkan berdua. Saya cukup mengikuti saja. Monggo Wahyu, dipersilahkeun menanggapi pernyataan Dudung. Tapi sebelumnya, ijinkan saya memperkenalkan Wahyu kepada Dudung lebih jauh, Dudung bisa melihat-lihat arsip tulisan tentang Wahyu berikut ini: Sorga Neraka 1, Sorga Neraka 2, RSU 1, RSU 2. Jika memang Dudung berniat untuk belajar lebih kepada Wahyu, saya yakin Wahyu bukanlah orang yang sombong. Dia sangat rendah hati, baik, dan juga rajin menabung. 😀
Salam kreatif!
buat Dudung, saya memang sengaja sombong…. Supaya Teater Tiga lebih kreatif…hihihihi…..
Yaaa,tinggal di buktikan saja di atas panggung sp yang lebih kreatif,…yg terpenting dengan persaingan yg jujur,n sportif…tdk spt hal2 yg biasaNya di lakukan oleh pesaing…
kt lbih suka persaingan jujur dan sportif,.toh wkt klian pentas kt g mgkn gnggu klian demi klancaran pmentasan klian,…
stlah di atas pnggung atw slsai pmentasan,kt berjabat tngan,..n menghilangkan rasa bersaing yg berlebihan itu,…
lebih kt saling mendukung,drpd sling bermusuhan smp turun temurun,…
iss…..
maaf ya sebelumnya….!
yang gak ngelaku`in persaingan yang sportif dan jujur tu siapa cobak !!
ngaca dulu dong bung, baru angkat bicara…!!
Nah, lho! Rara ini sedang mengomentari Crew ya? Kalau begitu, silahkan Crew untuk menanggapi. Saya cukup jadi moderator saja. Btw, ada baiknya Rara dan Crew memperkenalkan diri dulu, supaya jelas siapa dan dari mana. Salam hangat, dan thanks buat Rara atas kunjungan dan komentarnya. 😉
Sebelumnya sya mnta maaf,.dan perkenalkan saya dari SMAN3 Dps,tp bukan anak TT…postingan sya yang di atas tidak ada menyangkut anda,atw menuduh persaingan anda yang memakai cara kotor dan segalanya,…saya percaya semua SMA bersaing secara bersih dan sportif,…tp di balik itu semua tidak ada yang tahu bagaimana proses yang sebenarnya,… saya cuman memberikan semangat dan nasehat saja kepada semua yang bersaing harus secara sportif dan jujur,…saya benar-benar tidak ada maksud tertentu untuk mengucapkan itu semua,… memang itu pernyataan untuk semua orang,dan patut dilaksanakan dan diterapkan,….
Emm,jangan memakai emosi dulu ya,. 😉 …
kalau anda berpikir negative seperti itu,apakah anda memiliki bukti dari persaingan yang tidak sportif dan jujur dari kita??coba sebutkan,dan berikan bukti yang”konkrit”…
sebelumnya saya tidak memaksa anda untuk menjawabnya…
Take it easy … 😉
saya datang dengan damai,bukan untuk mengkritik dengan kata-kata pedas,dan tidak untuk membalikan keadaan menjadi lebih buruk,…
saya cuman ikut nimbrung aja,.. dan menurut saya web ini bagus untuk bahan perbincangan yang ada hasilnya… 😉
sekali lagi maaf ya rara perkataan saya mungkin kurang di perjelas jadi kesannya saya menyindir…
maaf untuk semua juga … 😉
Siiip… thanks buat Crew, atas tanggapan dan perkenalannya. Secara garis besar, saya sependapat dengan Crew. Sekarang, waktu dan kesempatan saya kembalikan kepada Rara, untuk memperkenalkan diri sekaligus memberikan tanggapan. Tentu saja sesuai dengan pesan Crew, emosinya dikontrol sedikit. Jabat erat.
buat wira,
hahahahaha,,. pasti kalau untuk berkreativitas kami selalu cinta damai.
buat wahyu,,
makasi SEMANGATnya,,.
Wiwww angin paling kreatiff ya ?
Waww hebatt
Masak sih angin paling kreatif? Ah, ndak percaya saya… Tapi kalau Pirili yang maksa bilang gitu, ya ndak pa pa deh… 😉 Btw, thanks sudah berkunjung ya…
Nak ada apa ne???
buat Beny: “tetap kreatif ya Ben….jangan lupa tanya cang!!!”
Beny: Nak ada apa ne?
Wira: Tanya cang! Tanya cang!!
Beny: Nak ada apa ne Wir???
Wira: Cang sing nawang!!!
Hahaha… kamu memang lehenda-nya angin, Ben. Duetmu sama Kojek tak terkalahkan… 🙂
Jangan sombong angin ! Tetap rendah hati dong
Hehe… thanks sekali lagi buat Pirili, yang sekarang menyamar menjadi Pina, atas kunjungan dan komentarnya. Thanks juga untuk mengingatkan anak2 angin supaya tetap rendah hati. Tapi perlu dicatat, jika Pina mendapatkan kesan sombong dari komentar yang saya buat, itu sama sekali tidak mewakili anak angin secara keseluruhan. Dalam hal ini, saya berbicara mewakili diri saya sendiri, Wira, dan tidak mewakili anak2 angin, karena saya tidak berhak untuk itu. Jadi, kalau Pina tidak keberatan, komentar Pina diubah sedikit ya, “Jangan sombong Wira! Tetap rendah hati dong…” 😉
Cheers!
oh gitu yaa? ini sitenya angin ato wira ?
Nah, lho. Ayu ini temennya Pirili a.k.a. Pina ya? Thanks sudah berkunjung dan berkomen. Soal pertanyaan Ayu, ini sitenya angin atau Wira? Absolutely, untuk saat ini, boleh dibilang situs ini adalah unofficial site-nya Teater Angin, yang dikelola oleh saya dkk. Untuk lebih jelas, mungkin bisa melihat halaman About terlebih dahulu. Setelah itu, jika ada yang mau disampaikan lagi, silahkan menulis komen lagi… 😉
Tolong dicatat, sekali lagi, karena ini hanyalah unofficial site-nya Teater Angin, apa yang muncul di sini hanyalah pandangan pribadi, tidak mewakili Teater Angin sebagai sebuah organisasi. Saya pribadi mohon maaf kepada siapa saja, jika seandainya apa yang ada di sini memberikan kesan bahwa semuanya mewakili anak-anak angin. Sekali lagi, hanya pandangan pribadi.
Salam hangat.
iya benar tuh si Wira dari dulu emang sombong…
sukanya keluyuran di siang bolong…
nari lenong, gayanya niruin bencong….
sambil jalan makan lontong dengan sayur terong…
duh kong Wira…tobat dooonggg….
haha ngakak cang
Haha… bareng sik ngakak… (ingkel-ingkel sambil ngisiang basang)
wira dari dulu emang sombong. tapi kalah sombong dibanding gantet……hihihi..
Waduh, aku tersinggung ni Yu… Masak aku dibilang kalah sombong dibanding Gantet? Ndak terima! Pokoknya ndak terima! 😀
Tet! Mejaguran mai! Buktikan, nyen ane paling sombong! Amun ane paling lengar, aku ngaku kalah jak kamu. Tapi amun ane paling sombong, nanti dulu. Mai mejaguran malu! Jangan mongkot punyan nyuh gen kamu!!! 😀
wkwkwkwkwkwkwkw, (kanggo milu kedek gen neh)
🙂
kok sepi lagi……… ayo nggodain anak Teater Tiga lagi………biar rame lagi……….
Hehe… mungkin masih dalam suasana Nyepi, Yu. Btw, masak menurutmu kurang rame? Setelah komentar dari Benny-1, Benny-2, Benny-3, Dudung-1, Dudung-2, & Dudung-3, ada lumayan juga komentar yang meramaikan kok: Pirili, Pina, Ayu, Crew-1, Rara-1, Rara-2, Crew-2, Ryl-1, & Ryl-2. Tapi kayaknya komentator2 ini ndak make nama aslinya. Masih kurang rame? Dasar tukang kompor kamu… 😉 Sayangnya anak-anak angin sepi-sepi aja tuh, cuma ada komentar singkat dari Ahong dan Gungbo… 😀
wahahaha jangan-jangan anak angin malah ga tau ada perdebatan kaya gini….
btw, saya kangen lho dengan orang-orang dalam photo header di blog ini. bli wira tidak ada ide untuk bikin kumpul-kumpul lagikah??
kalau lihat komen-komen di atas, antara kreatif dan tidak kreatif, saya jadi ingat masa SMA dulu, hahahaha, kalau dikenang-kenang lucu juga…
Hehe… betul, anak-anak angin pada sing rungu dengan perdebatan ini.
Kangen dengan orang-orang dalam foto header? Semuanya, beberapa orang, atau hanya seorang? 😉 Hihi… Kayaknya kangennya sama yang pake baju item ya? Ups… ada banyak yang pake baju item… 😀
Kumpul-kumpul lagi nunggu desakan massa aja deh… 😉
oya bli wir. bole ga saya minta nomor kontaknya?? ada banyak acara pentas seni budaya yang komunitas saya adakan. barangkali bli wira bisa urun partisipasi… kirim via email aja ya nomornya…
Saya setuju Rasti. Saya kira Bli Wir memang perlu diundang dalam diskusi2 dan even2 apresiasi kebudayaan, sudah saatnya kita tahbiskan dia menjadi pengamat seni teater remaja di Bali. Tuuooppppp!!!
Huahaha… bahasanya Dewa banget, “Sudah saatnya kita tahbiskan menjadi pengamat seni teater remaja Bali…”
Ada yang lebih pantas kok, untuk ditahbiskan sebagai pengamat seni/teater di Bali, ini dia! 😉 Selain sebagai penyair, tentunya.
Jangan merendah begitu dong….Bli Wir….itung2 menyelam minum air, siapa tau dapet jodoh…wakakakakak….
wahahahaha, yang ga pke baju item, yang ga pke baju,,, hahahaha
nah thu kan, ayolah bli Wira, sudah saatnya ada seseorang yang lebih rungu pada teater remaja anak sekolahan yang khas,,, biar ada peningkatan kualitas juga kreativitas dan ga melulu pada kegiatan senang2 belaka…..
loh bli Wir masih nyari jodoh??? ckckckckckc
Ssst… jangan keras-keras! Ntar jodohnya kaburrr… 😀
halo met siangg….
bener yang dikatakan oleh rasti.. saya malah baru tahu ada perdebatan antara T.A dengan Teater Tiga… hehe.. tapi bukannya masalah itu sebenernya sudah lama selesai ya? soalnya pada saat kejadian itu saya berada disana.. dan kita sudah menyelesaikan dengan cara baik2 (menurut kita)dan kita tidak ambil hati kok.. malah kalau tidak salah setelah kejadian itu kita malah makan di kreneng hehehe
Koreksi: bukan perdebatan antara Teater Angin dengan Teater Tiga, tapi antara pembaca setia teaterangin.com dengan beberapa anak yang sepertinya dari Teater Tiga. Yang diperdebatkan juga bukan soal Doa Lingkaran, tapi masalah kreatifitas. Hehe… kayaknya begitu kalau dilihat dari kacamata saya. 😉 Nah, kebetulan Cingur sebagai saksi sejarah, mungkin bisa menceritakan secara detail permasalahan yang sudah selesai yang dimaksud? Terutama yang makan2 di Kreneng itu… 😉
sebelumnya, terima kasih yang banyak atas informasi yang diberikan oleh saudara wira . . . 🙂
saya sendiri berasal dari TTT bagian dokumentasi & humas, hhe . . . 😛
jadi, saya (pribadi) sudah clear untuk “doa lingkaran” ini, memang bukan milik siapa & untuk apa, namun dalam konteks maknawi doa lingkaran di masing” komunitas itu sendiri . . .
trims byk ya saudara wira ! ! ! ^^
Fadhil
Doanya sama kan?
Bisa saudaraan kan?
🙂
D.P.
TTT XXX
Menurut pendapat saya, persaudaraan itu tidak dibangun atas dasar kesamaan doa. Mau doanya sama, hampir mirip, atau beda 180 derajat sekalipun, tetap bisa bersaudara kok… 😉
Thanks sudah mampir dan meramaikan…
anak TTT kan harus ngalah sama anak TA. karena smansa kan “kakak tertua” trisma. jadi kita sebagai anak TTT harus ngalah, biar disayang sama Tuhan. karna kita tidak ingin yang berlebihan. biarkan TA yang berlebihan
2009 sampai 2014 ini di perbincangkan.
5 tahun sudah terhenti.
ayo lanjut lagi di 2019. :))
Kompooorrr…
abis makan nasi bungkus 2 ribuan.. trus mw ke pantai jalan2.. cihuyyy…