Sorga Neraka [2]
Cerita di balik pementasan. Beberapa anak angin sangat excited dalam masa persiapan, karena kita pada akhirnya punya cukup uang untuk membeli beberapa lampu panggung. Iya man, lampu panggung! Memang ada beberapa peninggalan lampu dari angkatan sebelumnya, tapi kurang banyak. Jadi kita langsung meluncur ke Tiara Dewata, pilih-pilih, OK, langsung bayar di kasir.
Lalu para tukang kayu yang dikomando oleh Ardita mulai merancang tatakan-tatakan untuk lampu. Agak susah juga. Lampunya ternyata terlalu berat, sehingga tatakan segitiga yang kita buat baru bisa berdiri sesuai harapan setelah diberi batu pemberat. Hehehe, agak-agak dongkol juga dengan kebodohan kita mengolah tatakan ini.
Masalah belum berhenti sampai pada tatakan. Ternyata dimmer peninggalan Budi Besi mesti diservis sedikit. Sayangnya tidak ada satupun anak angin yang mengerti elektro. Nah, entah ide darimana, mungkin saja dari Wahyu Dhyatmika, kita minta bantuan kepada Putu Barli. Barli adalah anak Kiss-1 yang hobby elektro. Barli juga temen sekelasku. Jadi tidak ada alasan buatnya untuk menolak permintaan kita. Mau dipecat dari Kiss-1? (Wahyu Dhyatmika ketua Kiss-1 waktu itu) Atau dimusuhi oleh Adhi, Ardita, dan Wira, temen-temen sekelasnya?
Hihihi… tapi sepertinya Barli membantu kita dengan setulus hatinya yang paling dalam deh. Dimmer diperbaiki. Rangkaian kabel + cuk dibuatkan, sangat rapi. Barli sungguh setia menemani anak angin latihan sampai malam, sekaligus testing tata lampu. Karena dedikasinya itu, maka akhirnya kita mengangkat Barli sebagai petugas penata lampu. Dia setuju.
Setting panggung. Sang sutradara Wahyu Dhyatmika memang sungguh imajinatif. Pada naskah tidak disebutkan setting panggung seperti apa, lalu Wahyu memutuskan membagi adegan ke dalam tiga buah panggung. Kita mentas di Aula Smansa. Panggung pertama berada di bawah tengah dari panggung aula, sama tinggi dengan penonton. Panggung ini sebagai adegan pembuka, dimana Kakek Nenek baru tiba dari kematiannya di akhirat. Panggung kedua terletak di sayap kanan aula, masih sama tinggi dengan penonton. Di sini diperlihatkan adegan Kakek Nenek sedang registrasi menuju pengadilan akhirat. Dan panggung utama, tentu saja sebagai tempat pementasan utama, pengadilan sorga neraka, ya panggung aula itu sendiri.
Ada satu kejadian menggelikan yang masih aku ingat sampai saat ini. Pada saat pementasan, antara peralihan adegan di panggung kedua ke panggung ketiga, seharusnya lampu yang menyorot panggung kedua perlahan-lahan fade out, dibarengi dengan fade in pada panggung ketiga. Agak lama aku melakukan stage act setelah dialog terakhir, karena lampu masih menyala terang di panggung kedua, sementara panggung ketiga masih gelap gulita. Aku sendiri bingung. Dugaanku, si Barli kelupaan. Tapi ketika aku lirik ke arah penonton, aku melihat Wahyu menggerak-gerakkan tanggannya memberi kode ke arah penata lampu, sambil berteriak berbisik, “Barli, lampu! Barli, lampu!” Langsung kuarahkan pandangan ke tempat penata lampu, dan yang kulihat adalah si Barli sedang menutupkan kedua tangannya ke mulut, mencoba menahan ringkikannya. Rupanya si Barli hanyut dalam pesona komedi yang kita tampilkan, sehingga lupa dengan tugas utamanya.
Menjadi penata lampu di Sorga Neraka ternyata membawa pencerahan kepada Putu Barli. Pada latihan berikutnya setelah pementasan, Barli bergabung dalam lingkaran angin. Memang kadang-kadang kita mengajak kawan-kawan di luar angin seperti Kiss-1 dan KPA untuk bergabung sekedar berdoa bersama. Iseng aku sebagai pemimpin latihan saat itu berkata, “Yak, perkenalkan anggota baru kita. Silahkan, Barli.”
Tak disangka, Barli menyambut guyonanku dengan serius. Dia memperkenalkan diri. Kami semua tertawa, masih menganggap itu sebagai sebuah guyonan. Tapi pada latihan berikut dan berikutnya lagi, Barli tetap hadir dalam lingkaran angin. Rupanya kenangan sebagai penata lampu yang alpa tugas telah memberikan kesan yang mendalam kepada Barli. Barli sudah terperangkap dalam labirin angin.
Saya baru tahu itu Jer, bahwa ada pesona terpancar di jiwa saya. Adakah pesona ini bisa saya manfaatkan untuk menaklukkan hati Sang Puteri?
Syukurlah, ada jg yg mau jadi penerus saya,… si tukang lampu he he…
Yah, begitulah Bli. Regenerasi berjalan dengan baik.
🙂 manis sekali…
Ah, Wie… ga usah dibilang, saya juga udah tahu bahwa saya ini memang manis sekali… hihihi….
hmm.. tidak perlu ada penaklukan, dirangkul saja =)
btw, cara balesin komennya keren uey, hehe
Mmm… I see Jer. Klo penaklukan kesannya peperangan, sedangkan merangkul kesannya kasih sayang… Jer emang Tooop. Soal balesin komen, hihihi… keren ya? Berarti plugin-nya yang keren… 😉
astaga.. salah ngetik sy kynya.. maav.. khilaf bli..
huahaha =p
Hehehe… mestinya diketik di blog nya Jer ya? Ups…. Atau sebenarnya pingin ngetik “najis sekali“? Hihihi… pas banget tuh, n ada di sebelah kiri m, dan j ada di atas n. Iya… ya… salah ketik… huahahah….
aruh! ne dua sejoli ne matunangan dogen gaen ne puk! hahahaha… ga di blog saya, ga di sini sama saja! HUehehehe…
Btw, kabar2in kalo MAS! seru asane mebalih MAS nok!
Huahahah… di jaman cyber sekarang ini, di saat jarak memisahkan hati, maka tempat metunangan yang paling asyik dan romantis adalah di internet. Maklumi saja Doel… hihihi…. Soal MAS, ayo kita serbu, katanya Januari. Nanti dikabarin lagi klo tanggalne suba pasti….
barli memang suatu sosok yang unik,
thanks to wira yang mengingatkan kita cerita barli, semoga jadi inspirasi untuk kita semua wir…
Wah, Dogler sudah memberikan aku inspirasi untuk tulisan berikutnya. Suatu saat akan aku ungkap tokoh-tokoh seperti Barli di angin, yang mulai bergabung di angin tidak di “kesempatan” pertama. Termasuk kamu kan Gler?
ehem..ehem.. ga baik bicarain orang… :p
Ehm… ada yang merasa dibicarain nih… btw, kita ga sedang bicarain orang kok. Bicarain flora dan fauna…. 🙂
huehehehehe….
Hueheheh… btw, kita lagi ngetawain apa ni Doel? Hueheheh… peduli amat, yang penting ketawa… hueheheh….
ikutaaan, ketawanya, hehehe http://ceritangin.wordpress.com/about/
ikutan ktawa ah.. hahahahahaha
Husss… Wie ga boleh ikutan ketawa. Yang boleh cuma saya… huahahahah….
Ini salah satu cerita legendaris tentang Barli….. aku selalu ketawa kalau inget ini.
Barli the Legend. Aku ingat satu hal lagi tentang Barli, “Aku lebih baik tidak makan selama sepuluh hari, daripada tidak tidur selama tiga hari….” Hihihihi… makanya susah sekali ngajak Barli begadang malam-malam untuk sekedar cari inspirasi.
barli ….. orang baik bikin hati jadi tenang kalau pentas masalah tata lampu dan ketawanya yang selalu kuingat
Satu hal lagi tentang Barli, si gigi drakula!
hehe, tertarik dengan cerita Bli Putu Barli. memang pesona angin hingga kini pun masih terpancar di tiap jiwa yang pernah menikmati ada disana. =)