Dari Pemilihan Naskah Hingga yang Lain
Ketika Kamillo Yulisukma akan memberikan evaluasinya terhadap Malam Apresiasi Sastra (MAS) Teater Angin (TA) Tahun 2025 pada 15 s.d. 16 Juli di SMAN 1 Denpasar, dia sempat bingung harus mulai dari mana. Saya usulkan mulai saja dari naskah, seperti yang akan saya lakukan pada tulisan ini. Hal lainnya yang akan saya bahas adalah tentang ticketing, mengingat dua hal ini sempat menjadi diskusi hangat di grup WA The ABSURD gen.
Jika kita flashback ke 15 tahun lalu, saat saya memelesetkan MAS menjadi Malam Apresiasi Sssttt, usulan mengenai ticketing dan naskah sempat dicetuskan oleh Wahyu Dhyatmika. Saat itu Wahyu mengusulkan agar MAS dibuat menjadi pertunjukan bertiket, merespon komplain saya tentang penonton yang ribut, dengan tujuan menyaring penonton yang memang benar-benar ingin datang, menikmati tontonan, dan mengapresiasi. Lalu Wahyu menambahkan tantangan kepada TA untuk memberanikan diri menulis naskah drama sendiri, dan mementaskan naskah terbaik.
Perlu diketahui, MAS kali ini mementaskan naskah drama buatan sendiri anak TA, dan untuk menonton dikenakan tiket 30 ribu rupiah. So, apa pendapat saya mengenai hal ini? Saya tidak akan beropini, namun saya hanya akan merangkum atau menyimpulkan hasil obrolan di grup WA.
Intinya adalah, tidak masalah membuat MAS bertiket, namun harus dipastikan bahwa pertunjukan yang disajikan sepadan dengan harga tiket. Artinya, disesuaikan dengan tujuan pelaksanaan MAS. Jika sekedar sebagai ajang berlatih, ajang memberi kesempatan tampil perdana bagi anggota baru TA, dengan catatan tetap digarap dengan serius, maka sebaiknya tidak perlu bertiket. Namun jika MAS ditujukan sebagai pementasan matang yang dipersiapkan dengan sangat baik, maka boleh memberlakukan tiket berbayar.
Bagaimana dengan pemilihan naskah? Pementasan yang baik, selain ditentukan oleh sutradara dan pemain yang baik, juga ditentukan dari naskah yang baik. Jadi, boleh saja menggunakan naskah buatan sendiri, tentu dengan memastikan bahwa naskah itu merupakan naskah yang baik. Bagaimana memastikan sebuah naskah sudah baik dan layak untuk digunakan dalam sebuah pementasan? Tentu harus melalui proses yang baik, misalnya dimulai dengan workshop pembuatan naskah yang dipandu profesional, bedah naskah, serta proses kurasi yang proper. Dari sekian naskah yang mungkin telah dibuat, seperti usulan Wahyu, boleh dipilih satu naskah terbaik untuk dipentaskan. Ingat, terbaik artinya dipilih dari naskah-naskah yang baik. Jika belum ada naskah buatan sendiri yang dinilai baik, maka otomatis belum ada naskah terbaik. Bagaimana jika belum ada naskah terbaik? Maka pilihan yang dapat dilakukan adalah menggunakan naskah yang sudah ada, naskah-naskah yang sudah teruji memang layak untuk dipentaskan.
Ada juga yang berpendapat bahwa MAS adalah ajang yang tepat untuk bereksperimen, termasuk eksperimen menggunakan naskah buatan sendiri. Mari kita kembalikan ke syarat-syarat yang telah dibahas di atas. Boleh saja, asalkan sudah melalui proses yang baik. Jika belum, dan masih berkeinginan untuk tetap melanjutkan eksperimen, maka sebaiknya jangan memberlakukan tiket berbayar.
Lalu, bagaimana hasil MAS 2025 yang bertiket dan menggunakan naskah buatan sendiri? Dari segi pembuatan naskah, sepertinya belum melalui proses yang diharapkan. Namun dari segi penyutradaraan, pemain, serta penataan panggung, saya melihat anak-anak TA memiliki potensi yang sangat baik. Tapi maaf, itu pendapat saya yang hanya sempat menyaksikan pementasan di 15 menit awal, karena menit selanjutnya saya harus meninggalkan arena, menemani Mahabudhi yang tidak diperbolehkan masuk.