Tenang Pak, Kita Pasti Main!
Ini adalah sisi lain dari tulisan yang ini, ketika anak angin memainkan naskah Orang Asing dalam salah satu ajang LDM PSR Kota Denpasar. Telah menjadi kebiasaan anak angin pada saat itu, persiapan yang telah dilakukan melalui latihan beberapa hari menjelang pementasan, akan musnah begitu saja pada H-1 pementasan. Pelatih yang diminta untuk memoles atau menghaluskan di akhir, akan merombak total segala set yang telah disiapkan.
Pun halnya saat itu, ketika Putu Satria sebagai pelatih, baru datang H-1 sore menjelang malam. Set berubah total. Para pemain harus melakukan penyesuaian dengan set panggung yang baru. Begitu juga dengan para tukang kayu, harus menyiapkan kebutuhan panggung dalam waktu yang singkat, bagaikan Bandung Bondowoso membangun seribu candi untuk Roro Jonggrang.
Malam itu, praktis, pemain tidak maksimal dalam latihan. Capek, bro! Sehingga latihan harus dilanjutkan keesokan harinya, alias Hari-H, yang seharusnya menjadi hari istirahat sebelum tampil maksimal pada saat pementasan di malam hari. Tapi begitulah, demi memaksimalkan ide liar pelatih, pemain harus tetap rela latihan hingga menjelang sore.
Lalu pemain hanya sempat pulang mandi sebentar, sebelum harus kembali ke sekolah untuk merias diri sesuai karakter. Saya lupa, apa pertimbangan pada waktu itu sehingga tidak langsung berhias di tempat lomba. Ketika pemain mulai berhias, itu sudah sore banget. Mungkin sekitar jam 6 sore atau lebih. Padahal anak angin harus naik panggung pada penampilan pertama, yang dijadwalkan jam 7 malam. Sementara itu, para kru yang lain sudah meluncur ke Ksirarnawa, tempat lomba.
“Selamat malam dan selamat datang kami ucapkan kepada seluruh hadirin yang telah memenuhi area panggung Ksirarnawa, kali ini pada ajang Lomba Drama Modern Pekan Seni Remaja Kota Denpasar Tingkat SMA. Dewan Juri yang terhormat, penampilan pertama malam hari ini adalah kelompok drama dari SMA Negeri 1 Denpasar. Mari kita sambut, TE-A-TER—A-NGIN!” demikian kurang lebih kata sambutan dari MC sekaligus mempersilahkan anak angin untuk naik panggung.
Doa anak angin yang berharap acara malam itu ngaret ternyata tidak terkabul. Panitia memulai tepat waktu, padahal para pemain belum tiba di lokasi lomba. Melalui handy talky yang disediakan oleh pengurus OSIS, diketahui bahwa para pemain masih menyelesaikan proses berhias di sekolah.
Maka, dimulailah trik itu. Kru tidak langsung bergegas untuk menyelesaikan setting panggung. Kita sengaja berlama-lama memasukkan satu per satu properti ke atas panggung dengan gerakan se-slow–motion mungkin. Untungnya saat itu tidak ada ketentuan berapa lama waktu yang diperbolehkan untuk membuat set panggung sebelum pemain tampil. Namun rupanya dewan juri merasa terganggu dengan keleletan yang kita perlihatkan. Beberapa kali dewan juri serta panitia mengingatkan untuk mempercepat penampilan. Namun apa mau dikata, para pemain belum siap. Malah, belum ada di tempat.
Ketika dewan juri semakin terlihat resah dan kesal dengan trik yang kita lakukan, Phalayasa, yang saat itu sudah berstatus sebagai alumni angin, juga mulai ikut-ikutan geram dengan dewan juri yang tidak sabaran. Lalu, keluarlah suara menggelegar itu dari mulut Phala dengan bantuan nafas perutnya yang sudah terlatih baik.
“TENANG LAH PAK! KITA PASTI MAIN LAH!”
Tentu sangat mengejutkan! Anak angin berani membentak dewan juri. Walaupun hitungannya alumni sih. Untungnya, tidak lama setelah teriakan itu, handy talky memberikan kabar bahwa para pemain sudah on the way. Kru segera dengan sigap menyelesaikan setting panggung yang sebelumnya sengaja diperlambat. Dan akhirnya, Orang Asing garapan Teater Angin tampil di tengah kedongkolan dewan juri. Hasilnya bisa ditebak, tidak juara! Entah karena memang persiapan yang sungguh mepet plus pemain yang kecapekan, atau karena teriakan Phala, “Tenang lah, Pak! Kita pasti main, lah!”